Enam Terdakwa Eks Pejabat ANTAM Klaim Tak Terima Gratifikasi

Enam Terdakwa Eks Pejabat ANTAM Klaim Tak Terima Gratifikasi
Neraca, 
Kuasa hukum enam terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan usaha komoditas emas periode 2011–2022, meminta Majelis Hakim menolak seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebab, seluruh tuduhan JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Sebaliknya, kuasa hukum enam terdakwa menyatakan bahwa kegiatan lebur cap dan pemurnian emas cucian yang dipersoalkan merupakan bagian dari lini bisnis inti (core business) UBPP LM ANTAM dan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum serta operasional yang berlaku.
“Tidak satu pun dari para terdakwa menerima uang, fasilitas, atau gratifikasi dalam bentuk apa pun dari aktivitas tersebut. Ini diakui oleh JPU dalam surat tuntutan dan dikonfirmasi oleh saksi-saksi di persidangan,” kata penasihat hukum di hadapan Majelis Hakim, dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan usaha komoditas emas periode 2011–2022 yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu (21/5/2025).
Pembelaan juga mengulas perbedaan teknis antara jasa pemurnian (refining) dan manufaktur (minting), serta pencatatan kedua aktivitas itu dalam laporan keuangan melalui akun “medali standar” sebagai bentuk penyesuaian akuntansi. Menurut mereka, kegiatan tersebut tidak memerlukan studi kelayakan seperti yang dituduhkan, karena bukan bisnis baru, melainkan bagian dari operasional jangka panjang perusahaan.
Terkait kepatuhan terhadap prinsip Know Your Customer (KYC), kuasa hukum menyebut bahwa UBPP LM selalu menjalankan standar ketat dari London Bullion Market Association (LBMA). Bahkan, tidak pernah ada teguran atau temuan pelanggaran dari auditor eksternal.
Sedangkan mengenai penggunaan merek ANTAM yang disebut tanpa izin, kuasa hukum menjelaskan bahwa para pejabat UBPP LM memiliki kewenangan penuh dalam struktur organisasi, dengan dasar SK pengangkatan dan tidak ada larangan eksplisit dari manajemen. Penggunaan merek, menurut mereka, adalah bentuk jaminan mutu dan bukan lisensi pihak ketiga.
Dalam sidang kali ini, enam mantan pejabat PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) membacakan nota pembelaan atau pledoi masing-masing.
Para terdakwa yakni Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM 2008–2011), Herman (VP 2011–2013), Dody Martimbang (Senior EVP 2013–2017), Abdul Hadi Aviciena (GM 2017–2019), Muhammad Abi Anwar (GM 2019–2020), dan Iwan Dahlan (GM 2021–2022).
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer. Namun, dalam pledoi yang dibacakan tim penasihat hukum, seluruh terdakwa membantah telah melakukan tindak pidana korupsi.
Pledoi paling menyentuh datang dari Tutik Kustiningsih, mantan VP UBPP LM. Ia menyampaikan pembelaan pribadi dengan suara bergetar dan air mata yang tak tertahan. “Saya hanyalah ibu, nenek, dan pensiunan yang telah mengabdi selama 33 tahun. Saya tidak pernah berniat memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ucap Tutik.
Ia menggambarkan kondisi kehidupannya yang jauh dari kemewahan: tinggal di rumah sempit, pensiun Rp3,2 juta per bulan, dan bahkan harus menjual cincin kawin untuk memperbaiki rumah.
Tutik juga menceritakan pengorbanannya saat berjuang menyelamatkan anak perempuannya dari COVID-19, menghabiskan tabungan lebih dari Rp300 juta untuk vaksin dan perawatan, namun akhirnya sang anak meninggal dunia. “Saya tidak tahu lagi apa kesalahan saya. Saya merasa diperlakukan seperti setengah manusia,” katanya dengan suara terisak.
Tutik menolak perhitungan kerugian negara sebesar Rp3,3 triliun yang dikemukakan JPU. Ia menyebut angka tersebut sebagai asumsi yang baru dihitung oleh BPKP pada September 2024, jauh setelah proses hukum terhadapnya dimulai.
“Perhitungan itu tidak mencerminkan fakta historis dan operasional perusahaan. Sejak lama, ANTAM menjalankan jasa pemurnian emas pihak ketiga berdasarkan SOP dan RKAP yang disahkan Direksi,” ujarnya.
Tutik juga menyebut kontribusinya terhadap perusahaan, termasuk memimpin proyek hedging emas senilai USD 61,6 juta, penerbitan obligasi global dan lokal, hingga penghargaan inovasi internal yang dimenangkan meski bersaing dengan jajaran direksi.
Menutup pembelaan, tim kuasa hukum menyatakan bahwa tidak terdapat satu pun unsur tindak pidana yang terpenuhi, tidak ada kerugian negara yang valid, tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak ada gratifikasi, dan tidak ada pelanggaran regulasi interna

Neraca, Kuasa hukum enam terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan usaha komoditas emas periode 2011–2022, meminta Majelis Hakim menolak seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebab, seluruh tuduhan JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Sebaliknya, kuasa hukum enam terdakwa menyatakan bahwa kegiatan lebur cap dan pemurnian emas cucian yang dipersoalkan merupakan bagian dari lini bisnis inti (core business) UBPP LM ANTAM dan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum serta operasional yang berlaku.

“Tidak satu pun dari para terdakwa menerima uang, fasilitas, atau gratifikasi dalam bentuk apa pun dari aktivitas tersebut. Ini diakui oleh JPU dalam surat tuntutan dan dikonfirmasi oleh saksi-saksi di persidangan,” kata penasihat hukum di hadapan Majelis Hakim, dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan usaha komoditas emas periode 2011–2022 yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Rabu (21/5/2025).

Pembelaan juga mengulas perbedaan teknis antara jasa pemurnian (refining) dan manufaktur (minting), serta pencatatan kedua aktivitas itu dalam laporan keuangan melalui akun “medali standar” sebagai bentuk penyesuaian akuntansi. Menurut mereka, kegiatan tersebut tidak memerlukan studi kelayakan seperti yang dituduhkan, karena bukan bisnis baru, melainkan bagian dari operasional jangka panjang perusahaan.

Terkait kepatuhan terhadap prinsip Know Your Customer (KYC), kuasa hukum menyebut bahwa UBPP LM selalu menjalankan standar ketat dari London Bullion Market Association (LBMA). Bahkan, tidak pernah ada teguran atau temuan pelanggaran dari auditor eksternal.

Sedangkan mengenai penggunaan merek ANTAM yang disebut tanpa izin, kuasa hukum menjelaskan bahwa para pejabat UBPP LM memiliki kewenangan penuh dalam struktur organisasi, dengan dasar SK pengangkatan dan tidak ada larangan eksplisit dari manajemen. Penggunaan merek, menurut mereka, adalah bentuk jaminan mutu dan bukan lisensi pihak ketiga.

Dalam sidang kali ini, enam mantan pejabat PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) membacakan nota pembelaan atau pledoi masing-masing.

Para terdakwa yakni Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM 2008–2011), Herman (VP 2011–2013), Dody Martimbang (Senior EVP 2013–2017), Abdul Hadi Aviciena (GM 2017–2019), Muhammad Abi Anwar (GM 2019–2020), dan Iwan Dahlan (GM 2021–2022).

Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer. Namun, dalam pledoi yang dibacakan tim penasihat hukum, seluruh terdakwa membantah telah melakukan tindak pidana korupsi.

Pledoi paling menyentuh datang dari Tutik Kustiningsih, mantan VP UBPP LM. Ia menyampaikan pembelaan pribadi dengan suara bergetar dan air mata yang tak tertahan. “Saya hanyalah ibu, nenek, dan pensiunan yang telah mengabdi selama 33 tahun. Saya tidak pernah berniat memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ucap Tutik.

 

Ia menggambarkan kondisi kehidupannya yang jauh dari kemewahan: tinggal di rumah sempit, pensiun Rp3,2 juta per bulan, dan bahkan harus menjual cincin kawin untuk memperbaiki rumah.

 

Tutik juga menceritakan pengorbanannya saat berjuang menyelamatkan anak perempuannya dari COVID-19, menghabiskan tabungan lebih dari Rp300 juta untuk vaksin dan perawatan, namun akhirnya sang anak meninggal dunia. “Saya tidak tahu lagi apa kesalahan saya. Saya merasa diperlakukan seperti setengah manusia,” katanya dengan suara terisak.

 

Tutik menolak perhitungan kerugian negara sebesar Rp3,3 triliun yang dikemukakan JPU. Ia menyebut angka tersebut sebagai asumsi yang baru dihitung oleh BPKP pada September 2024, jauh setelah proses hukum terhadapnya dimulai.

 

“Perhitungan itu tidak mencerminkan fakta historis dan operasional perusahaan. Sejak lama, ANTAM menjalankan jasa pemurnian emas pihak ketiga berdasarkan SOP dan RKAP yang disahkan Direksi,” ujarnya.

 

Tutik juga menyebut kontribusinya terhadap perusahaan, termasuk memimpin proyek hedging emas senilai USD 61,6 juta, penerbitan obligasi global dan lokal, hingga penghargaan inovasi internal yang dimenangkan meski bersaing dengan jajaran direksi.

 

Menutup pembelaan, tim kuasa hukum menyatakan bahwa tidak terdapat satu pun unsur tindak pidana yang terpenuhi, tidak ada kerugian negara yang valid, tidak ada penyalahgunaan wewenang, tidak ada gratifikasi, dan tidak ada pelanggaran regulasi internal maupun eksternal. 

BERITA TERKAIT

RDP KOMISI IX DPR DENGAN BADAN GIZI NASIONAL DAN BPOM

RDP KOMISI IX DPR DENGAN BADAN GIZI NASIONAL DAN BPOM : Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana (kanan) bersama Kepala…

SOSIALISASI TUGAS DAN FUNGSI LPS DENGAN VIRTUAL REALITY

  SOSIALISASI TUGAS DAN FUNGSI LPS DENGAN VIRTUAL REALITY : Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa…

Dukung Keanekaragaman Hayati, BNI GoGreen Jalankan Konservasi Mangrove Dorong Ekonomi Warga Banyuwangi

Neraca, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memperkuat komitmennya dalam menjaga keanekaragaman hayati melalui konservasi lahan kritis salah…

BERITA LAINNYA DI Berita Foto

RDP KOMISI IX DPR DENGAN BADAN GIZI NASIONAL DAN BPOM

RDP KOMISI IX DPR DENGAN BADAN GIZI NASIONAL DAN BPOM : Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana (kanan) bersama Kepala…

SOSIALISASI TUGAS DAN FUNGSI LPS DENGAN VIRTUAL REALITY

  SOSIALISASI TUGAS DAN FUNGSI LPS DENGAN VIRTUAL REALITY : Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa…

Enam Terdakwa Eks Pejabat ANTAM Klaim Tak Terima Gratifikasi

Enam Terdakwa Eks Pejabat ANTAM Klaim Tak Terima Gratifikasi Neraca,  Kuasa hukum enam terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan…