Penerimaan Bea Masuk Sektor Pangan Anjlok

NERACA

Jakarta – Keberhasilan program swasembada pangan nasional mulai menunjukkan dampak nyata. Salah satunya tercermin dari turunnya penerimaan bea masuk atas impor komoditas pangan strategis seperti beras, jagung, dan gula pada April 2025.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi bea masuk hanya mencapai Rp15,4 triliun atau 29,2 persen dari target APBN. Angka ini turun 1,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, penurunan ini bukanlah pertanda negatif, melainkan sinyal positif atas keberhasilan swasembada. 

Menurut Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, nihilnya impor tiga komoditas, yaitu beras, jagung, dan gula  menunjukkan ketahanan pasokan domestik.

“Penurunan penerimaan bea masuk bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Penurunan terjadi karena tidak ada impor beras, jagung, dan gula. Jadi wajar tidak ada penerimaan bea masuk dari sana. Tapi ini hal yang positif,” jelas Anggito. 

Anggito menambahkan, jika ketiga komoditas ini dikecualikan, penerimaan bea masuk justru tumbuh positif secara tahunan.

“Tanpa pengaruh beras, jagung, dan gula, penerimaan bea masuk kita naik 4,3 persen,” ujar Anggito.

Keberhasilan ini tidak lepas dari strategi nasional di sektor pertanian, seperti peningkatan produksi dalam negeri, efisiensi distribusi, dan dukungan langsung kepada petani. 

Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, stok cadangan beras pemerintah di Perum Bulog per 24 Mei 2025 telah mencapai 3,9 juta ton.

“Ini capaian luar biasa. Alhamdulillah, stok Bulog sudah mencapai 3,9 juta ton. Ini mencerminkan ketahanan pangan nasional yang semakin kokoh, terutama di tengah krisis pangan global,” ujarnya, sembari menyampaikan apresiasi kepada para petani.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat capaian tersebut. Produksi beras pada Januari–Juni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton, naik 11,17 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

Pada periode yang sama, luas panen jagung pipilan diproyeksikan mencapai 1,42 juta hektare, naik 11,64 persen dari tahun sebelumnya. Total produksi jagung pipilan kering (kadar air 28 persen) pun diprediksi melonjak menjadi 10,91 juta ton, atau naik 12,88 persen dari 9,67 juta ton pada Januari–Juni 2024.

Tak hanya di sektor impor, kontribusi sektor pertanian juga terlihat dari penerimaan bea keluar yang melonjak 95,9 persen menjadi Rp11,3 triliun. Lonjakan ini didorong oleh naiknya harga ekspor crude palm oil (CPO), memperkuat kontribusi pertanian tidak hanya pada ketahanan pangan, tetapi juga pada pendapatan negara.

Lebih lanjut, pada Maret 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,92 miliar. Nilai ini naik 0,38 persen dibandingkan Februari 2025 (MoM) dan naik 5,34 persen dibandingkan Maret 2024  (YoY). 

“Bila dibandingkan dengan Februari 2025, kenaikan impor Maret 2025 hanya terjadi pada sektor migas sebesar 9,07 persen, sementara impor nonmigas turun sebesar 1,18 persen (MoM).  Secara tahunan, impor nonmigas naik sebesar 7,91 persen, sementara impor migas turun 5,98 persen (YoY),” jelas Menteri Perdagangan Budi Santoso.

Budi memaparkan, kinerja impor Maret 2025 masih didominasi bahan baku dan penolong dengan pangsa 71,23 persen, diikuti barang modal 19,56 persen dan barang konsumsi 9,21 persen.

Pada Maret 2025, impor barang konsumsi dan barang modal meningkat masing-masing sebesar 18,73 persen dan 7,28 persen (MoM).

Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong yang turun adalah gandum, kedelai, tebu, batu bara bitumen, dan pipa.Beberapa produk impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi pada Maret 2025 ini, antara lain, buah-buahan (HS 08) yang naik 56,63 persen; pupuk (HS 31) naik 46,06 persen; kertas, karton, dan barang daripadanya (HS 48) naik 29,12 persen; kain rajutan (HS 60) naik 23,69 persen; serta ampas dan sisa industri makanan (HS 23) naik 14,60 persen (MoM).

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia didominasi dari Tiongkok, Jepang, dan Thailand dengan total pangsa 52,21 persen dari total impor nonmigas Maret 2025. Beberapa  negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, di antaranya adalah Pantai Gading yang naik 357,70 persen, Afrika Selatan 206,68 persen, Swedia 76,13 persen, Prancis 68,29 persen, dan Inggris 40,35 persen (MoM).

Secara kumulatif untuk periode Januari—Maret 2025, total impor mencapai USD55,71 miliar,  naik 1,47 persen  (CtC).  Peningkatan impor tersebut dipicu impor nonmigas yang naik sebesar  2,91 persen, namun impor migas turun sebesar 5,85 persen (CtC).

 

BERITA TERKAIT

AKSI 2025 Perkuat Ekonomi Kreatif Berbasis UKM

NERACA Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) sepakat bekerja sama mengembangkan UMKM dan…

Indonesia-China Perkuat Kerja Sama

NERACA Jakarta – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kembali mencatatkan langkah strategis dalam kerja sama ekonomi…

Pertemuan Bilateral Indonesia-Singapura Bahas Penguatan Hubungan Dagang

NERACA Kuala  Lumpur – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso bertemu dengan Deput iPerdana Menteri sekaligus Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

AKSI 2025 Perkuat Ekonomi Kreatif Berbasis UKM

NERACA Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) sepakat bekerja sama mengembangkan UMKM dan…

Indonesia-China Perkuat Kerja Sama

NERACA Jakarta – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kembali mencatatkan langkah strategis dalam kerja sama ekonomi…

Pertemuan Bilateral Indonesia-Singapura Bahas Penguatan Hubungan Dagang

NERACA Kuala  Lumpur – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso bertemu dengan Deput iPerdana Menteri sekaligus Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura…