Indikasi Geografis Tingkatkan Daya Saing Produk Kelautan Perikanan

NERACA

Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mempercepat pendaftaran Indikasi Geografis (IndiGeo) untuk produk kelautan dan perikanan. Langkah ini dilakukan sebagai strategi penguatan daya saing sekaligus perlindungan atas kekayaan komunal khas daerah berbasis laut dan pesisir.

Indikasi Geografis menjadi penanda reputasi, kualitas, dan karakteristik unik suatu produk yang terkait erat dengan faktor lingkungan geografis dan budaya lokal. Produk yang memiliki IndiGeo mendapatkan pengakuan hukum yang mampu mengangkat nilai jual dan memperluas akses pasar.

“Pendaftaran Indikasi Geografis harus menjadi gerakan nasional. Kita ingin produk-produk kelautan dan perikanan unggulan khas daerah tidak hanya dikenal, tapi juga dilindungi dan mendapatkan nilai ekonomi yang adil,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Tornanda Syaifullah.

Adapun untuk mempercepat proses tersebut, KKP melalui Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, bersinergi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum yang telah menyelenggarakan forum koordinasi teknis mengenai identifikasi dan pendaftaran Indikasi Geografis (IndiGeo). Forum ini melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta Kantor Wilayah Kementerian Hukum di seluruh Indonesia. Melalui forum ini para pemangku kepentingan di daerah diperkuat pemahamannya terkait tahapan, kriteria, dan urgensi pendaftaran IndiGeo.

Tingkatkan Harga Jual

Langkah ini diambil karena masih banyak produk kelautan dan perikanan khas daerah yang berpotensi besar namun belum terlindungi secara hukum. Padahal, IndiGeo bisa memberikan dampak signifikan terhadap nilai ekonomi. Sebagai contoh, Garam Amed dari Bali yang awalnya dijual Rp5.000 per kg, melonjak menjadi Rp20.000 setelah resmi menyandang IndiGeo.

Peningkatan serupa juga terjadi pada Mutiara Lombok. Setelah mendapatkan IndiGeo, harga jualnya naik hampir tiga kali lipat karena dipercaya sebagai produk asli dengan kualitas tinggi.  Melalui pendekatan ini, Indonesia diharapkan tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati dan budaya bahari, tetapi juga membangun ekonomi daerah yang lebih kuat dan berkelanjutan dengan IndiGeo sebagai salah satu alat strategisnya.

Saat ini, baru 11 produk kelautan dan perikanan yang terdaftar sebagai IndiGeo, sementara potensi di lapangan jauh lebih besar. Oleh karena itu, KKP mengupayakan transfer pengetahuan teknis kepada daerah agar proses identifikasi dan pendaftaran bisa berjalan lebih cepat dan terarah. Perlindungan IndiGeo juga penting untuk mencegah klaim sepihak dari negara lain, khususnya terhadap spesies ikan dan produk olahan berbasis budaya lokal. 

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong peningkatan keterampilan masyarakat pesisir serta pembudidaya ikan, agar memiliki daya saing tidak hanya tingkat nasional, bahkan tingkat global. Dirinya berharap, masyarakat yang kesehariannya bekerja di sektor perikanan ini, dapat menyajikan produk olahan perikanan, yang bisa bersaing ke pasar global.

Tidak hanya itu, Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang mensyaratkan Cara penanganan Ikan yang baik (CPIB) di atas kapal perikanan menjadi faktor krusial dalam meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global. Standar ini menjadi dasar pemenuhan ikan kualitas ekspor dengan ketertelusuran (traceability) serta menjadi bukti penangkapan ikan bukan dari kegiatan ilegal.  

Sebelumnya, Trenggono mengatakan penangkapan ikan terukur menjadi jawaban agar produk perikanan Indonesia dapat diterima di pasar dunia karena menerapkan asas keberlanjutan dari proses penangkapan hingga siap diekspor.

Selain itu, untuk kemudahan ekspor produk kelautan dan perikanan. Melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (Badan Mutu KKP), layanan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan Sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) kini bisa dilakukan secara terintegrasi.

Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan Ishartini mengatakan, SKP merupakan penerapan Good Manufacturing Practices/Sanitation Standard Operating Procedure (GMP/SSOP) dan menjadi salah satu prasyarat (prerequisite) bagi pelaku usaha perikanan untuk bisa mendapatkan HACCP sebagai pemenuhan persyaratan di Negara tujuan ekspor. 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

AKSI 2025 Perkuat Ekonomi Kreatif Berbasis UKM

NERACA Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) sepakat bekerja sama mengembangkan UMKM dan…

Indonesia-China Perkuat Kerja Sama

NERACA Jakarta – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kembali mencatatkan langkah strategis dalam kerja sama ekonomi…

Pertemuan Bilateral Indonesia-Singapura Bahas Penguatan Hubungan Dagang

NERACA Kuala  Lumpur – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso bertemu dengan Deput iPerdana Menteri sekaligus Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

AKSI 2025 Perkuat Ekonomi Kreatif Berbasis UKM

NERACA Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) sepakat bekerja sama mengembangkan UMKM dan…

Indonesia-China Perkuat Kerja Sama

NERACA Jakarta – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) kembali mencatatkan langkah strategis dalam kerja sama ekonomi…

Pertemuan Bilateral Indonesia-Singapura Bahas Penguatan Hubungan Dagang

NERACA Kuala  Lumpur – Menteri Perdagangan RI Budi Santoso bertemu dengan Deput iPerdana Menteri sekaligus Menteri Perdagangan dan Perindustrian Singapura…