Blokade Selat Hormuz

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Iran sempat mengancam akan memblokade Selat Hormuz menyusul pengeboman fasilitas nuklirnya oleh AS beberapa waktu lalu. Dunia langsung ketar-ketir dibuat Iran. Bahkan AS sendiri yang mengklaim invasi pesawat pembom silumannya ke wilayah Iran telah berhasil menghancurkan reaktor nuklir di Isfahan, Fordow dan Natanz, dikabarkan mengontak China dan meminta negeri ini menyampaikan ke Teheran agar tidak memblokade Selat Hormuz.

Penutupan Selat Hormuz jelas akan amat sangat merugikan bisnis pelayaran BBM (baca: tanker) mondial di mana armada tipe ini merupakan kedua terbesar populasinya setelah bulk carrier. Menurut United Nations on Trade and Development ( UNCTAD) dalam terbitannya Review of Maritime Transport 2024, armada tanker dunia saat ini mencapai 665.424 deadweight ton/DWT atau 28,3 persen dari total armada dunia yang berjumlah 2.353.899 DWT.

Daya rusak blokade Iran atas Selat Hormuz terhadap bisnis pelayaran terletak pada fakta berikut ini: menurut data International Energy Agency atau IEA, perairan ini dilintasi oleh lebih-kurang 20 juta barel minyak (30 persen dari perdagangan minyak dunia) setiap harinya yang sebagian besar diangkut oleh VLCC maupun ULCC. Dengan bentuk geografisnya yang ada, penutupan selat ini akan membuat armada tanker yang biasanya hilir-mudik mati langkah. Bila mereka sudah di dalam selat tidak bisa keluar. Jika di luar tidak bisa masuk. Inilah yang terjadi dengan dua VLCC, yaitu Coswisdom Lake dan South Loyalty, yang diberitakan oleh kantor berita Reuters langsung berbalik arah begitu mengetahui AS menyerang fasilitas-fasilitas nuklir Iran yang disebut sebelumnya di atas.

Penutupan Selat Hormuz berbeda dengan penutupan Terusan Suez pada 1950-an dan 1960-an. Sejarah mencatat, terusan yang menghubungkan laut Mediterania dan laut Merah itu bergejolak ada akhir 1956 menyusul meletusnya Perang Arab-Israel II. Perang terjadi karena Inggris dan Prancis ingin menguasai terusan sepanjang 163 km tersebut untuk kepentingan bisnis dan kolonial. Kedua negara minta Israel agar menyerang Mesir untuk mewujudkan ambisi mereka. Israel langsung menyerang terusan ini pada 29 Oktober tahun 1956. Dalam pertempuran tersebut, bala tentara Presiden Mesir, Gamal Abdel Nasser, menenggelamkan 40 kapal di kanal itu sehingga menutup sama sekali akses bagi kapal-kapal yang ingin berlayar ke Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat.

Dari kondisi kacau balau itulah lantas banyak perusahaan pelayaran yang meraup untung besar. Alasannya, dengan tertutupnya Suez oleh bangkai kapal, terpaksa operator kapal, terutama tanker, mencari alternatif rute pelayaran. Ini berarti perjalanan yang ditempuh kapal lebih panjang, lazimnya melalui Tanjung Harapan di bagian selatan Afrika. Tentulah ongkos angkut menjadi lebih mahal oleh langkah rerouting ini. Milyuner pengusaha kapal asal Yunani, Aristotle Onassis dicatat dunia sebagai pengusaha yang kekayaannya dihimpun dari Perang Arab-Israel II ini. Ketika itu, ia menguasai armada kapal tanker yang lumayan banyak jumlahnya dan kapal-kapal ini diburu oleh para pihak yang tetap ingin berbisnis perminyakan di masa perang. Onassis mengenakan harga yang tinggi untuk setiap kapal yang disewa trader minyak.

Blokade Selat Hormuz tidak akan memberikan ruang untuk para pengusaha mendapat untung karena tidak ada jalur alternatif bagi tanker-tanker. Pihak yang beruntung dari situasi ini satu-satunya hanya Iran, baik dari sisi psychological war (psy war) maupun ekonomi. Dunia kini tengah panik dan ketakutan menanti pemberlakuan blokade. Inilah psy war itu. Iran merupakan negara penghasil minyak nomor dua di dunia di mana pemblokadean yang dilakukannya akan membuat pasar minyak dunia kekurangan suplai dengan signifikan. Harga minyak dipastikan melambung tinggi hingga ke langit ke-7. Di sisi lain, kebutuhan akan minyak tetap tinggi sehingga negara-negara yang membutuhkannya pasti membeli, berapapun harganya. Kendati tengah berperang, Iran tetap menjual minyaknya kepada siapa saja tetapi tidak kepada AS dan sekutunya.

Pada harga berapa Iran akan menjual minyaknya? Bisa sesuai harga spot, bisa pula harga ‘pertemanan’, terutama kepada Rusia dan China. Yang jelas Iran akan tetap mendulang cuan. Lebih menariknya lagi, minyak yang dijual Iran akan diangkut oleh tanker-tanker Iran sendiri (armada tanker Iran termasuk dalam jajaran 5 besar dunia). Dari sisi ekonomi, Iran menang dua kali. Barangkali inilah yang membuat AS meminta China agar Iran tidak memblokade Selat Hormuz. Pasalnya mereka bakal amsyong di sisi energi. Entahlah.

BERITA TERKAIT

Hipmi & Daya Saing

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…

Kandidat Hakim ITLOS

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…

Perang Iran"Israel dan Ekonomi Syariah

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Sudah hampir dua  pekan perang Timur Tengah antara Iran–Israel menjadikan sorotan dunia dan keperhatinan…

BERITA LAINNYA DI

Blokade Selat Hormuz

Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Iran sempat mengancam akan memblokade Selat Hormuz menyusul pengeboman fasilitas…

Hipmi & Daya Saing

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…

Kandidat Hakim ITLOS

   Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…