Oleh: Yolanda A. Togatorop, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Timur *)
Peluncuran Coretax DJP pada 1 Januari 2025 menjadi penanda awal perubahan besar dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia. Coretax menggantikan platform lama, memperbaharui proses bisnis inti administrasi perpajakan, dan mengintegrasikan seluruh proses bisnis mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak.
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan era Coretax diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK-81/2024). PMK ini mencakup berbagai pembaruan penting, salah satunya terkait pembuatan Faktur Pajak yang dilakukan melalui Coretax DJP. Lebih detail, DJP menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025) sebagai petunjuk pelaksanaan PMK-81/2024 yang secara terperinci mengatur penyesuaian ketentuan terkait Faktur Pajak. Penyesuaian ini perlu dilakukan mengingat aturan sebelumya (PER-03/PJ/2022 s.t.d.d. PER-11/PJ/2022 dan PER-17/PJ/2019) belum menampung ketentuan terkait Faktur Pajak dalam rangka implementasi Coretax DJP.
Pokok Perubahan Penting
Beberapa pokok perubahan penting terkait Faktur Pajak dalam PER-11/2025 yang perlu diketahui oleh Wajib Pajak (WP) diantaranya:
- Aplikasi yang Digunakan. Pasca implementasi Coretax, Pengusaha Kena Pajak (PKP) membuat Faktur Pajak menggunakan modul e-Faktur dalam Coretax DJP atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP (PJAP). Sebelumnya, aplikasi yang digunakan adalah aplikasi e-Faktur dan e-Faktur VAT Refund for Tourist (untuk PKP Toko Retail).
- Syarat PKP Dapat Membuat e-Faktur. PKP dapat membuat e-Faktur jika telah memiliki Sertifikat Elektronik/Kode Otorisasi dan akses pembuatan Faktur Pajak. Ketentuan sebelumnya, selain memiliki Sertifikat Elektronik, PKP juga harus memiliki akun PKP yang telah diaktivasi dan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang diberikan oleh DJP.
- Alamat Tempat Kegiatan Usaha. Pengisian alamat tempat kegiatan usaha (TKU) yang digunakan oleh PKP Penjual untuk menyerahkan BKP/JKP atau Pembeli untuk menerima BKP/JKP bersifat mandatory atau optional. Dalam hal BKP/JKP dikirimkan/diserahkan ke kawasan atau tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut yang berbeda dengan tempat kedudukan, dan penyerahannya mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut, alamat yang dicantumkan adalah alamat TKU yang menerima BKP/JKP (mandatory). Jika penyerahannya tidak mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut, penjual dapat mencantumkan alamat tempat tinggal/kedudukan atau TKU yang menerima BKP/JKP (optional). Apabila penyerahan dilakukan di tempat selain tempat tinggal/kedudukan dan tidak berada di kawasan/tempat tertentu, Penjual dapat mencantumkan alamat tempat tinggal/kedudukan maupun TKU yang menerima BKP/JKP pada Faktur Pajak (optional).
- Kode Transaksi. Aturan terbaru Faktur Pajak menambahkan kode transaksi 10 untuk jenis penyerahan selain yang tercakup dalam kode 01 sampai 09. Termasuk dalam kategori ini adalah penyerahan dengan tarif khusus yang berbeda dari tarif umum PPN 12%, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN.
- Kode Status. Selain penambahan kode transaksi, kode status dalam Faktur Pajak juga mengalami perubahan. Sebelumnya kode status terdiri dari 1 (satu) digit, diubah menjadi 2 (dua) digit dengan ketentuan: 00 untuk status normal, 01 untuk Faktur Pajak pengganti pertama, kemudian 02, 03, dan seterusnya untuk pengganti kedua, ketiga, dan seterusnya. Penggunaan kode status ini membantu membedakan faktur asli dan pengganti, terutama jika terjadi koreksi data.
- Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP). Saat ini NSFP diberikan secara otomatis by sistem pada saat e-Faktur diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan modul e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP. Sebelumnya, NSFP diberikan DJP melalui permintaan oleh PKP.
- Batas Waktu Unggah (Upload) e-Faktur. Batas waktu unggah (upload) e-Faktur paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur, berbeda dengan ketentuan sebelumnya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
- Pemberitahuan Ekspor BKPTB/JKP. Pada ketentuan sebelumnya, Pemberitahuan Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak (PEBKPTB/PEJKP) dibuat secara manual oleh PKP diluar sistem DJP. Pasca implementasi Coretax, PEBKPTB/PEJKP dibuat menggunakan modul e-Faktur dalam Coretax DJP.
- Kesalahan Pengisian Identitas Pembeli. PER-11/2025 mengatur bahwa jika terdapat kesalahan pengisian identitas pembeli, PKP tidak dapat membuat Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak tersebut harus dilakukan pembatalan dan ditindaklanjuti dengan pembuatan Faktur Pajak baru yang mencantumkan identitas pembeli yang benar. Hal ini merupakan hal baru yang tidak diatur ketentuannya dalam aturan sebelumnya.
- Faktur Pajak Pengganti pasca Nota Retur/Pembatalan. Dalam PER-11/2025 diatur bahwa Faktur Pajak Pengganti dibuat dengan memperhitungkan nota retur/pembatalan (nilai neto), dan retur BKP/pembatalan JKP dianggap tidak terjadi. Ketentuan ini tidak diatur dalam aturan sebelumnya.
Kesimpulan
PER-11/2025 mulai berlaku pada 22 Mei 2025, namun ketentuan dalam peraturan sebelumnya (PER-03/2022 dan PER-11/2022) tetap berlaku terbatas untuk pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam PER-13/2024, yang mengatur format dan sistem pelaporan Faktur Pajak sehubungan dengan penerapan sistem Coretax (Faktur Pajak yang dibuat dengan menggunakan aplikasi e-Faktur Client Desktop dan aplikasi e-Faktur Host-to-Host).
Terbitnya PER-11/2025 merupakan salah satu langkah penting dalam perjalanan transformasi digital DJP untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan kepada wajib pajak, khususnya terkait Faktur Pajak, sehingga efisiensi proses dalam regulasi ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara signifikan. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi