NERACA
Jakarta - Komisi III DPR RI menerima 196 masukan dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya akan terus menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) meski saat ini DPR RI masih dalam masa reses dalam rangka meaningful participation dari semua pihak.
"RDPU khusus di masa reses ini perlu kami gelar karena besarnya atensi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya jadi walaupun reses, ini teman-teman dari berbagai daerah hadir, (RDPU) tidak menyalahi aturan juga karena kami sudah minta izin ke pimpinan DPR," kata Habiburokhman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/6).
Dia juga mengatakan Komisi III DPR RI senantiasa membuka ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan dan aspirasinya soal RUU KUHAP tersebut.
"Rencananya RDPU ini akan ada terus dan apabila ada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya, kami terbuka terus sampai dengan nanti pembahasan," ujarnya.
Dari total 196 masukan untuk RUU KUHAP tersebut, DPN Peradi kemudian membacakan 18 poin penting, sedangkan masukan lainnya disampaikan secara tertulis.
“Sesuai dengan permohonan kita terkait dengan usulan-usulan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” kata Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono.
Advokat senior itu mengatakan, dari 18 poin tersebut, ada 4 poin yang sangat krusial. Pertama, tentang penyadapan. Ini suatu hal yang sangat eksesif melewati batas untuk konteks hukum acara pidana yang umum.
“Bahwa kemudian ada undang-undang lain yang mengatur soal itu, itu silakan saja, tapi jangan tempatkan itu di KUHAP,” ujarnya.
Kedua, hak advokat, di antaranya berbicara dengan kliennya, baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana kapan pun dan tanpa didengar oleh siapa pun.
“Aturan lama yang sekarang berlaku, ini dapat didengar oleh para penyidik atau petugas-petugas,” ujarnya.
Ketiga, penyidik wajib memberikan turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada saksi maupun tersangka usai menjalani pemeriksaan. Selama ini, hanya tersangka yang berhak mendapatkan turunan BAP.
“Kalau tidak bisa, tidak ada aturannya, maka kami (advokat) tidak bisa meminta kepada mereka berdasarkan surat kuasa yang kita punya,” kata Dwi.
Terakhir atau keempat, penghentian penyelidikan masuk dalam objek praperadilan atau bisa dipraperadilankan. Masukan itu disampaikan karena banyaknya dokumen yang diterbitkan oleh penyelidik mengenai surat perintah penghentian penyelidikan.
Adapun RUU KUHAP menjadi RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional DPR RI Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI. Dalam masa reses ini, Komisi III DPR menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari advokat, mahasiswa, akademisi, hingga lembaga resmi lainnya.
Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP mengusulkan agar keterangan ahli dapat menjadi alat bukti dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
“Jadi terkait dengan keterangan ahli itu bisa dijadikan bukti sepanjang relevan dengan tindak pidana yang dituduhkan kepada tersangka maupun terdakwa,” kata advokat Yogi Suprayogi selaku perwakilan Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (18/6).
Menurut dia, keterangan ahli sepanjang relevan dengan pidana yang dituduhkan terhadap tersangka atau terdakwa sangat diperlukan sebagai alat bukti tambahan dalam KUHAP baru berkaca atas beragam perkara yang ditanganinya selama ini.
"Dari pengalaman kami, kami melihat banyak sekali kasus yang terjadi di berbagai kementerian, salah satunya Kementerian Perhubungan atau yang berkaitan dengan Undang-Undang Pelayaran, dan kami melihat keterangan ahli ini sangat diperlukan menjadi bukti," tuturnya.
Meski demikian, dia mengingatkan agar dalam pelaksanaannya nanti mewaspadai kemungkinan saksi biasa yang menyampaikan keterangannya seperti seorang ahli agar diperhitungkan menjadi alat bukti.
"Akan tetapi nanti di dalam pelaksanaannya jangan sampai terjadi saksi yang berahli dan ahli bersaksi. Nah, itu yang kami khawatirkan. Jangan sampai terjadinya saksi berahli, jadi seolah-olah saksi ini menyampaikan keterangannya itu seperti seorang ahli, dan bahkan ahli yang dihadirkan dijadikan saksi," kata dia. Ant
NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi keputusan Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan empat pulau yang…
NERACA Makassar - Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Adrieansjah mengingatkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) segera…
NERACA Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menjelaskan bahwa seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc hak asasi manusia…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi keputusan Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan empat pulau yang…
NERACA Makassar - Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Adrieansjah mengingatkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) segera…
NERACA Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menjelaskan bahwa seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc hak asasi manusia…