NERACA
Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Wayan Pariama menyatakan, penerapan aturan pembagian risiko (co-payment) berpotensi mengurangi nilai premi yang harus dibayar nasabah sebesar 3-5 persen. “Dengan adanya co-payment dibandingkan dengan sama sekali tidak ada (skema co-payment), sudah pasti yang ada co-payment (preminya) pasti lebih murah…. Nah, kami memperkirakan mungkin bisa jadi (premi lebih murah) 3 sampai 5 persen ya,” ujarnya di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Ia menuturkan, tenaga aktuaria industri asuransi masih menghitung dampak implementasi skema co-payment terhadap kinerja dan kemampuan bayar perseroan serta kecukupan nilai premi, sebelum nantinya dipertimbangkan nilai premi baru setelah kewajiban pembagian risiko tersebut resmi berlaku tahun depan.
Meski demikian, Wayan mengatakan, perubahan nilai premi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga implementasi skema co-payment tidak serta merta akan membuat nilai premi turun. Ia menuturkan bahwa faktor tersebut salah satunya adalah perilaku nasabah (customer behaviour), mengingat keberhasilan skema co-payment harus diiringi dengan perubahan perilaku nasabah dalam berasuransi.
Ia menyampaikan, seringkali pasien memilih kelas layanan kesehatan yang paling mahal karena merasa aman telah terlindungi asuransi. Ke depannya, dengan mewajibkan nasabah untuk membayar 10 persen dari biaya perawatan mereka, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak memilih kelas layanan kesehatan sesuai dengan kemampuan finansial mereka.
Selain itu, Wayan mengatakan sejumlah nasabah juga sering menggunakan layanan kesehatan secara berlebihan dan tidak perlu (overutilization), bahkan ada pula yang melakukan penipuan (fraud). “Jadi kalau tidak ada behaviour yang berubah, bisa jadi tidak akan berubah apa-apa (preminya),” katanya.
Selain itu, ia menuturkan bahwa penurunan nilai premi juga bergantung terhadap risiko dan kinerja industri asuransi nasional, terutama terkait total klaim. “Apakah preminya akan turun dari yang sekarang? Belum tentu juga karena premi yang sekarang ini kan tergantung dari profil (industri asuransi) sebelum-sebelumnya. Jadi, kalau claim ratio (rasio klaim) sekarang juga sudah tinggi, sudah pasti naik (preminya),” imbuh Wayan Pariama.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025). Regulasi tersebut mengatur skema pembagian risiko (co-payment) dan Coordination of Benefit (CoB) yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Skema pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan. Walaupun begitu, terdapat batas maksimum porsi pembiayaan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebesar Rp300 ribu per pengajuan klaim rawat jalan serta Rp3 juta per pengajuan klaim rawat inap.
NERACA Bantul - Peran dan posisi Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dalam mensukseskan program strategis Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih…
NERACA Jakarta - Dalam semangat inklusi dan literasi keuangan, pinjaman daring Adapundi menggelar kegiatan edukasi keuangan yang menginspirasi ratusan…
Jumlah Kantor Bank Makin Menyusut NERACA Jakarta - Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor…
NERACA Bantul - Peran dan posisi Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dalam mensukseskan program strategis Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih…
NERACA Jakarta - Dalam semangat inklusi dan literasi keuangan, pinjaman daring Adapundi menggelar kegiatan edukasi keuangan yang menginspirasi ratusan…
Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5% NERACA Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia…