Banjir Produk Impor, Gabel Minta Pemerintah Perkuat Pasar Domestik

 

Banjir Produk Impor, Gabel Minta Pemerintah Perkuat Pasar Domestik
NERACA
Jakarta - Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) meminta pemerintah segera memperkuat perlindungan pasar domestik dari serbuan produk impor. Khususnya dari negara-negara produsen besar seperti Tiongkok.
Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman menilai Indonesia sangat rentan menjadi sasaran limpahan barang-barang global karena lemahnya pengamanan non-tarif.
Daniel juga sempat menyampaikan hal itu dalam pertemuannya bersama Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Ia mengatakan, kekhawatiran terbesar justru datang dari potensi masuknya produk luar ke Indonesia akibat perang dagang global. Pasalnya, nilai ekspor anggota Gabel ke Amerika Serikat hanya sekitar US$300 juta.
“Yang kami khawatirkan justru limpahan dari negara seperti Tiongkok. Pasar Indonesia terlalu besar untuk diabaikan,” ujarnya dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Kamis (17/4).
Ia menyebut jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa menjadikan negara ini sasaran empuk bagi ekspor dari negara lain.
Menurut Daniel, negara-negara seperti Amerika dan Tiongkok mampu melindungi pasarnya dengan kuat melalui Non Tariff Measures (NTM). Amerika, misalnya, memiliki sekitar 4.600 NTM aktif. Sementara Indonesia hanya memiliki sekitar 207 NTM, jauh di bawah Thailand yang telah mencapai lebih dari 660.
“Kalau pasar kita besar, tapi pengamanannya lemah, barang-barang tidak berkualitas pun akan mudah masuk,” ujarnya.
Dalam pertemuan dengan DEN, Gabel menyampaikan empat permintaan utama kepada pemerintah. Salah satunya adalah soal proteksi pasar. Gabel menegaskan dukungan terhadap kebijakan proteksi, selama itu ditujukan pada barang jadi, bukan bahan baku atau komponen industri.
Daniel menyayangkan kebijakan terbaru yang dinilai justru melemahkan proteksi. Ia meminta agar Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mencabut perlindungan pasar segera direvisi.
“Kami minta aturan yang sejalan dengan Permendag 68 Tahun 2020 dan Permendag 36 Tahun 2023 diberlakukan kembali. Itu terbukti efektif menarik investasi,” katanya.
Daniel menegaskan, tanpa industri yang kuat, Indonesia akan kesulitan menyerap tenaga kerja.
“Perdagangan penting. Tapi negara ini tidak boleh hanya dikuasai perdagangan,” ucapnya.
Gabel berharap pemerintah segera mengambil langkah cepat dan tepat dalam menjaga daya saing industri dalam negeri.

 

NERACA

Jakarta - Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) meminta pemerintah segera memperkuat perlindungan pasar domestik dari serbuan produk impor. Khususnya dari negara-negara produsen besar seperti Tiongkok.

Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman menilai Indonesia sangat rentan menjadi sasaran limpahan barang-barang global karena lemahnya pengamanan non-tarif.

Daniel juga sempat menyampaikan hal itu dalam pertemuannya bersama Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Ia mengatakan, kekhawatiran terbesar justru datang dari potensi masuknya produk luar ke Indonesia akibat perang dagang global. Pasalnya, nilai ekspor anggota Gabel ke Amerika Serikat hanya sekitar US$300 juta.

“Yang kami khawatirkan justru limpahan dari negara seperti Tiongkok. Pasar Indonesia terlalu besar untuk diabaikan,” ujarnya dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Kamis (17/4).

Ia menyebut jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa menjadikan negara ini sasaran empuk bagi ekspor dari negara lain.

Menurut Daniel, negara-negara seperti Amerika dan Tiongkok mampu melindungi pasarnya dengan kuat melalui Non Tariff Measures (NTM). Amerika, misalnya, memiliki sekitar 4.600 NTM aktif. Sementara Indonesia hanya memiliki sekitar 207 NTM, jauh di bawah Thailand yang telah mencapai lebih dari 660.

“Kalau pasar kita besar, tapi pengamanannya lemah, barang-barang tidak berkualitas pun akan mudah masuk,” ujarnya.

Dalam pertemuan dengan DEN, Gabel menyampaikan empat permintaan utama kepada pemerintah. Salah satunya adalah soal proteksi pasar. Gabel menegaskan dukungan terhadap kebijakan proteksi, selama itu ditujukan pada barang jadi, bukan bahan baku atau komponen industri.

Daniel menyayangkan kebijakan terbaru yang dinilai justru melemahkan proteksi. Ia meminta agar Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mencabut perlindungan pasar segera direvisi.

“Kami minta aturan yang sejalan dengan Permendag 68 Tahun 2020 dan Permendag 36 Tahun 2023 diberlakukan kembali. Itu terbukti efektif menarik investasi,” katanya.

Daniel menegaskan, tanpa industri yang kuat, Indonesia akan kesulitan menyerap tenaga kerja. “Perdagangan penting. Tapi negara ini tidak boleh hanya dikuasai perdagangan,” ucapnya.

Gabel berharap pemerintah segera mengambil langkah cepat dan tepat dalam menjaga daya saing industri dalam negeri. Iwan

BERITA TERKAIT

Triwulan I-2025, Kinerja produksi migas PHE Capai 1,043 Juta Barel

Triwulan I-2025, Kinerja produksi migas PHE Capai 1,043 Juta Barel  Jakarta – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream…

Indonesia " Korea Selatan Tingkatkan Kerja Sama di Sektor Industri Manufaktur

Indonesia – Korea Selatan Tingkatkan Kerja Sama di Sektor Industri Manufaktur Jakarta – Indonesia dan Korea Selatan berkomitmen untuk terus…

Lifting Migas Nasional Terus Ditingkatkan

Lifting Migas Nasional Terus Ditingkatkan Balikpapan – Pemerintah terus berupaya dalam peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional. Menteri…

BERITA LAINNYA DI Industri

Triwulan I-2025, Kinerja produksi migas PHE Capai 1,043 Juta Barel

Triwulan I-2025, Kinerja produksi migas PHE Capai 1,043 Juta Barel  Jakarta – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream…

Indonesia " Korea Selatan Tingkatkan Kerja Sama di Sektor Industri Manufaktur

Indonesia – Korea Selatan Tingkatkan Kerja Sama di Sektor Industri Manufaktur Jakarta – Indonesia dan Korea Selatan berkomitmen untuk terus…

Lifting Migas Nasional Terus Ditingkatkan

Lifting Migas Nasional Terus Ditingkatkan Balikpapan – Pemerintah terus berupaya dalam peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional. Menteri…