Ramadhan dan Inflasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Marhaban ya ramadhan, selamat datang kembali ramadhan. Terkait ini, di awal pertama ramadhan ternyata masih berkutat dengan komitmen bagaimana mengantisipasi ancaman inflasi musiman selama ramadhan –lebaran. Betapa tidak, setiap tahunnya ternyata pada ramadhan –lebaran selalu saja dibayangi inflasi musiman. Fakta ini tidak bisalepas dari terjadinya perilaku konsumerisme. Bahkan, masyarakatcenderung sangat konsumtif di bulan ramadhan sampai lebaran.

Padahal ajaran agama menegaskan bahwa ramadhan itu selalu identik bermalas-malasan dan saat maghrib tiba cenderung berperilaku rakus. Hal ini memang sangat kontras dibanding dengan perilaku konsumsi pada hari biasa. Betapa tidak, realita yang ada juga menegaskan bahwa masyarakat yang berpuasa cenderungnya terlihat rakus ketika bedug maghrib tiba, seolah semua makanan siap disantap.

Fakta dibalik perbedaan perilaku konsumsi masyarakat pada ramadhan -lebaran menjadi tantangan pengendalian inflasi, terutama dampak sistemik dari ancaman inflasi musiman selama ramadhan – lebarbaran. Oleh karena itu, beralasan jika penjualan takjil dan para penjual takjil termasuk pasar tumpah atau pasar tiban bermunculan dimana-mana.

Fakta ini memang bisa berdampak positif terhadap geliat ekonomi bisnis, meski di sisi lain hal ini juga rentan memicu perilaku konsumtif. Padahal, perilaku konsumtif cenderung akan berbahaya bagi daya beli. Terkait ini maka menjadi penting untuk saling menjaga antara produksi, distribusi dan konsumsi karena ketiganya akan bias menjamin terhadap akses harga dan produk di pasar.

Data BPS per Januari 2025 terjadi deflasi 0,76% dan ini merupakan yang terendah sejak tahun 2000 atau di 25 tahun terakhir sedangkan inflasi triwulan I-2025 menjadi test case untuk mengamankan inflasi sampai akhir tahun 2025, meskipun di akhir tahun juga ada ancaman inflasi musiman nataru. Jadi, komitmen meredam laju inflasi selama ramadhan -lebaran menjadi tantangan bersama, terutama umat muslim untuk tidakkonsumtif pada ramadhan – lebaran.

Meski demikian, selama ramadhan –lebaran cenderung terjadi pola stimulus yang berpengaruh terhadap konsumerisme, termasuk misal pembayaran THR, gaji ke-13 dan pembayaran bonus. Terkait ini, BI menyiapkan pasokan uang tunai untuk lebaran 2025 sebesar Rp.180,9 triliun yang berarti naik 25% dari kebutuhan uang kartal, meski di sisi lain jumlah ini lebih rendah dari tahun 2024 sebanyak Rp.197,6 triliun. Hal ini secara tidak langsung pasti akan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar dan tentu akan berdampak terhadap ancaman inflasi lebaran.

Fakta ancaman inflasi selama ramadhan – lebaran juga tidak bias terlepas dari kebutuhan yang ada, termasuk misalnya kebutuhan terhadap sandang dan pangan. Oleh karena itu, jumlah uang beredar lebih rendah dari tahun lalu karena pertmbangan transaksi non-tunai yang saat ini semakin jamak digunakan. Artinya sistem transaksi non-tunai juga menjadi salah satu faktor pendukung terhadap potensi terjadinya ancaman inflasi musiman pada ramadhan - lebaran.

Jadi, mengantisipasi lonjakan inflasi musiman selama ramadhan dan lebaran memang harus dilakukan dengan sistematis dan berkelanjutan, termasuk urgensi koordinasi sektoral dan lintas sektoral.

Data BPS menyebut bahwa inflasi ramadhan 2024 yaitu pada Maret 2024 sebesar 0,52% (mtm) atau lebih tinggi dibanding Maret 2023 sebesar 0,18%, meski lebih rendah jika dibanding Maret 2022 sebesar 0,93%. Faktor pemicu utamanya adalah harga telur ayam ras, daging ayam ras, beras, cabe rawit, bawang merah dan bawang putih. Artinya, untuk sejumlah komponen tersebut, termasuk beras dan daging sapi perlu antisipasi lonjakan harganya pada ramadhan – lebaran 2025 agar tidak semakin liar dan akhirnya mereduksi daya beli masyarakat.

BERITA TERKAIT

Rebana Jadi Katalis Pertumbuhan

Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian   Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…

Dampak Ekonomi Perang Israel-Iran

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…

Wakaf & Pembiayaan "Back to Back"

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Lembaga atau badan wakaf yang ada di Tanah Air jumlahnya sangat banyak, baik berbasis…

BERITA LAINNYA DI

Dampak Ekonomi Perang Israel-Iran

  Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta   Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…

Wakaf & Pembiayaan "Back to Back"

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Lembaga atau badan wakaf yang ada di Tanah Air jumlahnya sangat banyak, baik berbasis…

Otda vs Perantauan

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Rilis terbaru menegaskan bahwa jumlah kemiskinan di…