Rupiah Melemah, Masyarakat Diminta untuk Tetap Berinvestasi

Rupiah Melemah, Masyarakat Diminta untuk Tetap Berinvestasi
NERACA
Jakarta - Pengamat makroekonomi dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menganjurkan masyarakat yang memiliki dana lebih untuk tetap berinvestasi menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Ini memang pilihan, tergantung persepsi risiko masing-masing. Kalau berani risiko, investasi saham dan investasi lain,” kata Abdul Manap Pulungan, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.
Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang pas untuk membeli saham ketika sejumlah emiten yang melantai di bursa sedang tak bergairah. Saham yang potensial dilirik, lanjut dia, saham blue chip atau saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar namun saat ini harganya menurun.
Meski begitu, ia menyarankan calon investor perorangan  untuk memikirkan investasi di saham dalam jangka yang panjang yakni lima hingga 10 tahun. “Yang ideal itu memang membeli saham sewaktu (harga) turun saat ini, nanti dijual 5-10 tahun mendatang. Jangan dijual saat naik cuma lima persen, itu sama dengan trading bukan investasi,” katanya.
Selain saham, sejumlah dana bisa diarahkan untuk membeli properti atau aset tanah termasuk tanah produktif misalnya sawah atau perkebunan yang memberikan hasil. Namun, investasi tanah, kata dia, tidak bisa langsung likuid ketika memerlukan dana dalam keadaan mendesak.
Selanjutnya, imbuh dia, investasi dengan membeli emas apabila ingin berinvestasi jangka panjang yakni di atas 10 tahun. Harga per gram emas Antam saat ini sudah tergolong tinggi yakni mencapai Rp1.355.000 atau naik Rp6.000 dibandingkan pada Rabu (19/6) yang berpotensi jadi pilihan untuk investasi jangka panjang.
Kemudian, investasi di surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) yang minim risiko dan dijamin negara. Meski imbal hasil tidak besar, namun investasi di segmentasi surat berharga itu memberi dampak psikologis yang positif kepada masyarakat.
“Secara psikologis, pendapatan masuk ke rekening dari SBN. Secara tidak langsung, walau pun kecil (imbal hasil), sebenarnya ada dampak psikologis, dari pada uang ditempatkan di rekening yang tidak menghasilkan apa-apa,” katanya.
Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi ini turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.365 per dolar AS. Penyebabnya salah satunya tingkat suku bunga bank sentral AS, the Fed yang tidak menurunkan suku bunganya hingga dipengaruhi tensi geopolitik dunia yang memanas.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pelemahan Rupiah yang terus terjadi merupakan hal yang wajar mengingat perekonomian AS yang kian membaik diikuti dengan mata uang dolar AS yang juga menguat pada berbagai mata uang dunia.
“Kita monitor saja dinamika atau fluktuasi berbagai mata uang dunia (currency),  US dollar menguat, karena ekonomi Amerika membaik,” kata Airlangga. Airlangga menyampaikan akan terus melakukan pengawasan terhadap pergerakan Rupiah. “Kita monitor saja, karena itu Bank Indonesia yang akan terus memonitor secara daily,” ujarnya.
Adapun Bank Indonesia (BI) resmi menahan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 6,25 persen. Padahal sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai, para pelaku pasar memprediksi Bank Indonesia (BI) akan mengambil kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam pelemahan rupiah.
Menurut Ariston, kebijakan kenaikan suku bunga tersebut memang sedikit banyak bisa meredam pelemahan tapi di tengah sentimen terhadap dolar AS yang masih kuat, penguatan rupiah mungkin tidak besar dan masih berpeluang melemah.
Di sisi lain, potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini karena pelaku pasar kelihatannya masih terpengaruh dengan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga. Ia menuturkan potensi pelemahan ke arah Rp16.450 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp16.350 per dolar AS untuk hari ini.

 

NERACA


Jakarta - Pengamat makroekonomi dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menganjurkan masyarakat yang memiliki dana lebih untuk tetap berinvestasi menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Ini memang pilihan, tergantung persepsi risiko masing-masing. Kalau berani risiko, investasi saham dan investasi lain,” kata Abdul Manap Pulungan, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.


Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang pas untuk membeli saham ketika sejumlah emiten yang melantai di bursa sedang tak bergairah. Saham yang potensial dilirik, lanjut dia, saham blue chip atau saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar namun saat ini harganya menurun.


Meski begitu, ia menyarankan calon investor perorangan  untuk memikirkan investasi di saham dalam jangka yang panjang yakni lima hingga 10 tahun. “Yang ideal itu memang membeli saham sewaktu (harga) turun saat ini, nanti dijual 5-10 tahun mendatang. Jangan dijual saat naik cuma lima persen, itu sama dengan trading bukan investasi,” katanya.

Selain saham, sejumlah dana bisa diarahkan untuk membeli properti atau aset tanah termasuk tanah produktif misalnya sawah atau perkebunan yang memberikan hasil. Namun, investasi tanah, kata dia, tidak bisa langsung likuid ketika memerlukan dana dalam keadaan mendesak.

Selanjutnya, imbuh dia, investasi dengan membeli emas apabila ingin berinvestasi jangka panjang yakni di atas 10 tahun. Harga per gram emas Antam saat ini sudah tergolong tinggi yakni mencapai Rp1.355.000 atau naik Rp6.000 dibandingkan pada Rabu (19/6) yang berpotensi jadi pilihan untuk investasi jangka panjang.

Kemudian, investasi di surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) yang minim risiko dan dijamin negara. Meski imbal hasil tidak besar, namun investasi di segmentasi surat berharga itu memberi dampak psikologis yang positif kepada masyarakat.

“Secara psikologis, pendapatan masuk ke rekening dari SBN. Secara tidak langsung, walau pun kecil (imbal hasil), sebenarnya ada dampak psikologis, dari pada uang ditempatkan di rekening yang tidak menghasilkan apa-apa,” katanya.

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi ini turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.365 per dolar AS. Penyebabnya salah satunya tingkat suku bunga bank sentral AS, the Fed yang tidak menurunkan suku bunganya hingga dipengaruhi tensi geopolitik dunia yang memanas.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pelemahan Rupiah yang terus terjadi merupakan hal yang wajar mengingat perekonomian AS yang kian membaik diikuti dengan mata uang dolar AS yang juga menguat pada berbagai mata uang dunia.

“Kita monitor saja dinamika atau fluktuasi berbagai mata uang dunia (currency),  US dollar menguat, karena ekonomi Amerika membaik,” kata Airlangga. Airlangga menyampaikan akan terus melakukan pengawasan terhadap pergerakan Rupiah. “Kita monitor saja, karena itu Bank Indonesia yang akan terus memonitor secara daily,” ujarnya.

Adapun Bank Indonesia (BI) resmi menahan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 6,25 persen. Padahal sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai, para pelaku pasar memprediksi Bank Indonesia (BI) akan mengambil kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam pelemahan rupiah.

Menurut Ariston, kebijakan kenaikan suku bunga tersebut memang sedikit banyak bisa meredam pelemahan tapi di tengah sentimen terhadap dolar AS yang masih kuat, penguatan rupiah mungkin tidak besar dan masih berpeluang melemah.

Di sisi lain, potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini karena pelaku pasar kelihatannya masih terpengaruh dengan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga. Ia menuturkan potensi pelemahan ke arah Rp16.450 per dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp16.350 per dolar AS untuk hari ini.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Dorong Skema Kreatif untuk Atasi Gap Pendanaan Infrastruktur

  NERACA Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mendorong skema pembiayaan kreatif untuk mengatasi "gap" atau kesenjangan pendanaan infrastruktur…

Belum Ada Pemda yang Ajukan Izin Obligasi Daerah

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi…

Menteri P2MI Sebut Terdapat 1,7 Juta Lowongan Kerja Di Luar Negeri

  NERACA Jakarta – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut hingga Mei 2025 terdapat 1,7 juta job…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Dorong Skema Kreatif untuk Atasi Gap Pendanaan Infrastruktur

  NERACA Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mendorong skema pembiayaan kreatif untuk mengatasi "gap" atau kesenjangan pendanaan infrastruktur…

Belum Ada Pemda yang Ajukan Izin Obligasi Daerah

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi…

Menteri P2MI Sebut Terdapat 1,7 Juta Lowongan Kerja Di Luar Negeri

  NERACA Jakarta – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut hingga Mei 2025 terdapat 1,7 juta job…