Jakarta-Dirjen Bea Cukai Askolani mengungkapkan alasan ketatnya pengawasan sekaligus penindakan yang dilakukan Bea Cukai atas barang impor ilegal maupun bermasalah. Menurut dia, langkah ini bertujuan untuk kepentingan negara. Terbukti Bea dan Cukai menindak sebanyak 13.769 barang ilegal senilai Rp1,76 triliun sepanjang 2024. "Pada 2024 ada 13 ribu penindakan. Penindakan ini terhadap kegiatan impor, ekspor cukai, dan di perbatasan dan di bandara juga," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/5).
NERACA
Menurut Askolani, jika barang impor ilegal dibebaskan masuk ke dalam negeri akan mengganggu perekonomian Indonesia. "Jika, nggak dijaga ekonomi bisa terganggu," ujarnya kepada awak media. Dia mencontohkan, sejumlah barang ilegal yang berpotensi menimbulkan kerugian negara adalah rokok dan pita cukai ilegal. Kelompok barang tersebut cukup mendominasi hasil penindakan yang dilakukan Bea Cukai.
"Tangkapan kami di rokok ilegal dan pita cukai paling signifikan, dan itu jika dibiarkan barang-barang ilegal, kemudian masuk ke dalam negeri itu bisa ganggu ekonomi yang legal," tutur dia.
Berdasarkan bahan paparannya, mayoritas barang ilegal itu seperti hasil tembakau, tekstil, minuman beralkohol, narkotika, serta makanan dan minuman. Sedangkan lima negara asal paling banyak adalah Hong Kong, China, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Singapura.
Dia merinci penindakan barang ilegal dari kegiatan impor mencapai 7.510 dengan nilai Rp1,39 triliun. Askolani menilai nilai penindakan ini lebih kecil dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, jumlah barangnya relatif naik. “Bidang impor penindakan konsisten jumlahnya meski nilainya bisa turun karena nilai barangnya lebih kecil. Volume barang konsisten naik," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com.
Lalu, penindakan barang ilegal dari kegiatan ekspor mencapai 171 dengan nilai 26 miliar. Sedangkan, penindakan dari cukai mencapai 5.935 dengan nilai Rp332 miliar. Adapun penindakan narkotika mencapai 412 dengan barang bukti seberat 1,05 ton.
Lebih lanjut, Askolani mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai terus naik pada rentang 2020 hingga 2022. "Pengawasan semakin kuat dan dampak kondisi global itu penerimaan dari Bea Cukai dalam tiga tahun terakhir naik signifikan dibandingkan 2020," ujarnya.
Rinciannya, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp213,03 triliun pada 2020. Kemudian naik menjadi Rp269,21 triliun pada 2021. Selanjutnya naik lagi menjadi Rp317,78 triliun pada 2022. Sementara, pada 2023 penerimaan kepabeanan dan cukai turun menjadi Rp286,19 triliun. Sedangkan, penerimaan dari Januari-April 2024 mencapai Rp95,7 triliun.
Askolani juga mengungkapkan pihaknya telah menyalurkan insentif kepabeanan sebesar Rp30,6 triliun sepanjang 2023. Kendati, angka ini turun 11 persen dibanding 2022 yang mencapai Rp34,4 triliun. Adapun jumlah penerima insentif kepabeanan mencapai 2.761 pengguna jasa pada 2023. Sedangkan penerima insentif pada 2022 mencapai 3.338 pengguna jasa.
Barang Impor Ilegal
Dia menambahkan, masuknya barang impor ilegal lainnya juga berpotensi untuk merugikan pelaku UMKM domestik. Menyusul, harga barang yang di jual lebih murah di bawah pasaran dalam negeri.
"Penindakan ini yang paling banyak dari Hongkong kedua barang masuk dari Tiongkok, Malaysia, UAE dan Singapura. Pemasukan dari sana ditindak teman teman Bea Cukai bentuknya hasil tembakau, tekstil, narkotika, minuman beralkohol dan makanan dan minuman," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan sejumlah masalah yang terjadi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan kepada Presiden Jokowi, Rabu (15/5). Ini menyusul kinerja Bea Cukai yang viral di media sosial.
"Saya laporkan Bea Cukai dan pembahasan mengenai apa yang terjadi situasi yang dihadapi oleh seluruh jajaran di lapangan yang viral-viral, dan penyebab dari sisi peraturan, penyebab dari sisi prosedur yang harus diperbaiki anak buah kita," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan Jakarta, pekan ini.
Menurut dia, masalah di Bea Cukai terjadi dikarenakan teknologi yang berkembang sangat cepat. Selain itu, kata Sri Mulyani, volume kegiatan dan beban yang sangat besar juga menjadi salah satu penyebab. "Itu semua kami sampaikan, dan kami akan terus mengambil langkah-langkah untuk perbaikan untuk memperbaikinya," jelasnya.
Kendati begitu, Sri Mulyani tak membeberkan tanggapan Jokowi atas masalah yang terjadi di Bea Cukai. Dia juga bungkam saat ditanya apakah Jokowi akan menggelar rapat khusus untuk membahas masalah Bea Cukai.
Presiden Jokowi menyadari banyaknya kasus di Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menjadi sorotan masyarakat. Jokowi mengatakan dirinya akan menggelar rapat untuk mengevaluasi kinerja Bea Cukai. "Ya nanti akan kami rataskan di rapat internal," kata Jokowi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/5).
Ditjen Bea Cukai saat ini menjadi sorotan karena banyaknya insiden yang dikeluhkan masyarakat dan viral di media sosial. Salah satunya, mengenai importasi peti jenazah yang dikenakan bea masuk sebesar 30 persen.
Selain itu, warganet juga mengunggah video keluhannya ke Bea Cukai saat membeli sebuah sepatu bola dari luar negeri dengan harga Rp10,3 juta. Keluhan datang karena ada pemberitahuan dari jasa pengiriman, pria tersebut harus membayar bea masuk sebesar Rp31,81 juta.
Tidak hanya itu. Baru-baru ini, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaen dicopot setelah hasil pemeriksaan internal Bea Cukai menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
"Pencopotan REH dari jabatannya kami lakukan sejak Kamis, 09 Mei 2024 guna mendukung kelancaran pemeriksaan internal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang," ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/5).
Pemeriksaan internal yang dilakukan Bea Cukai tersebut sejalan dengan upaya institusi untuk mewujudkan organisasi yang akuntabel. "Pemeriksaan lebih lanjut akan meninjau indikasi tersebut, termasuk kelengkapan dan akurasi pelaporan LHKPN-nya. Ini merupakan mekanisme kami dalam merealisasikan tata kelola organisasi yang baik," ujar Nirwala.
Kasus lainnya yang pernah mencuat adalah penahanan alat peraga bagi kepentingan murid Sekolah Luar Biasa (SLB) selama 2 tahun oleh Bea Cukai Soekarno-Hatta, padahal alat peraga tersebut merupakan hibah dari Korea Selatan. Namun setelah Menkeu Sri Mulyani turun tangan membantu penyelesaiannya, akhirnya barang impor untuk SLB langsung dikeluarkan dari gudang Bea Cukai, tanpa membayar sepeserpun bea masuk yang semula akan dikenakan mencapai ratusan juta rupiah.
Kasus lainnya yang mencoreng nama institusi Bea Cukai, adalah pengembalian (reekspor) sebuah boneka bekas yang merupakan barang koleksi milik warga Bekasi, gegara petugas Bea Cukai yang bertugas di Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat, tidak memberikan rekomendasi pengeluaran boneka mainan itu tanpa alasan yang jelas. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
Jakarta-Ketua Komite Tetap Perencanaan Ekonomi dan Moneter, Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional Kadin Indonesia, Ikhwan Primanda mengungkapkan sektor industri pengolahan…
NERACA Jakarta - Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) , Suroto mengatakan semenjak diterbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang…
Jakarta-Pemerintah melalui Perpres No. 46/2025 khususnya terkait besaran tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang semula minimal 40%, kini dapat…