NERACA
Jakarta - Dewan Pers menerima 813 pengaduan kasus pers pada tahun 2023 dengan 794 kasus berhasil diselesaikan atau sebanyak 97,66 persen.
Dari kasus yang terselesaikan tersebut, kata anggota Dewan Pers Yadi Hendriana, sebanyak 45 kasus diselesaikan melalui PPR (pernyataan penilaian dan pendapat), sedangkan sisanya diselesaikan lewat mediasi dan surat.
"Tingginya angka pengaduan masyarakat ke Dewan Pers berkat kesadaran publik karena literasi yang dilakukan oleh Dewan Pers dan Organisasi Konstituen Dewan Pers," ucap Yadi dalam Diskusi Bedah Kasus Pengaduan: Mengupas Pengaduan Kasus Jurnalistik Berulang di Jakarta, dikutip Antara, kemarin.
Selain itu, lanjut dia, terdapat pula nota kesepahaman dengan Mabes Polri terkait dengan penanganan berbagai kasus pers yang masuk ke ranah hukum.
Kendati demikian, Yadi menegaskan bahwa Dewan Pers tidak melihat kasus pers dari besaran jumlah maupun banyaknya penyelesaian, tetapi dari kualitas kasus yang dilaporkan.
Berdasarkan pengaduan pemberitaan pada tahun 2023, Dewan Pers mencatat 60 persen pengaduan didominasi perusahaan media tidak profesional dengan ciri-ciri, yakni perilaku wartawan memeras, menggunakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), bekerja sama dengan aparat penegak hukum, serta melakukan intimidasi untuk keuntungan pribadi, baik ekonomi maupun sosial.
Yadi mengungkapkan bahwa kebanyakan media tidak profesional tersebut memiliki nama perusahaan pers bermotif tertentu, tanpa penanggung jawab, serta konten tidak mencerminkan karya jurnalistik.
Untuk kasus tersebut, Dewan Pers meminta klarifikasi terhadap pihak yang diadukan. Jika terbukti tidak memiliki badan hukum, tidak ditangani oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Namun, jika karya sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan tidak ada badan hukum, pengaduan tetap diproses. Akan tetapi, Dewan Pers tidak mengeluarkan ajudikasi atau penilaian dan menunjuk mediator dari anggota Dewan Pers yang hasilnya dituangkan dalam berita acara.
Sejak 2022, Yadi menuturkan bahwa pihaknya meningkatkan sistem pengaduan pemberitaan pers dengan layanan elektronik melalui link http://pengaduan.dewanpers.or.id/login.
Meski begitu, dia menekankan bahwa Dewan Pers tetap secara proaktif melaksanakan pengawasan Kode Etik Jurnalistik sehingga tidak hanya menunggu laporan publik, seperti beberapa kasus provokasi seksual dan berita hoaks.
"Ini berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan bahwa fungsi Dewan Pers, antara lain, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan pengaduan pemberitaan ke Dewan Pers merupakan bagian dari kepedulian masyarakat maupun pihak ketiga, terutama pejabat publik, terhadap kemerdekaan pers karena mereka secara terbuka merespons pemberitaan dengan cara yang benar.
"Dewan Pers tidak menginginkan adanya cara-cara lama dengan intimidasi, kekerasan pada jurnalis, cara-cara provokatif, atau kalau sekarang modelnya dengan menghadirkan buzzer dan lain-lain. Itu bukan cara menghormati kemerdekaan pers," ujar Ninik dalam Diskusi Bedah Kasus Pengaduan: Mengupas Pengaduan Kasus Jurnalistik Berulang di Jakarta.
Oleh karena itu, dirinya berterima kasih kepada semua pihak yang ikut menjunjung kemerdekaan dan independensi pers dengan melaporkan kepada Dewan Pers apabila terdapat ketidaknyamanan terhadap suatu pemberitaan media massa.
Menurut Ninik, keberanian masyarakat untuk melaporkan sebuah pemberitaan merupakan bagian dari hak asasi setiap warga negara untuk menyampaikan ekspresinya. Dengan begitu, kata dia, hal tersebut harus direspons dengan positif.
Pasalnya, ia menyebutkan pada masa orde lama dan orde baru, cara masyarakat merespons ketidaknyamanan terhadap pemberitaan lebih beragam dan cenderung lebih vulgar, seperti dengan cara membredel, menutup perusahaan pers, intimidasi, atau berbagai cara permusuhan dan perlawanan.
"Hal ini dilakukan terutama kepada para jurnalis, sehingga jurnalis selalu menghadapi situasi yang tidak nyaman," tuturnya.
Pada 2023, Dewan Pers mencatat terdapat 813 pengaduan kasus pers, meningkat dari 2022 yang sebanyak 691 pengaduan. Dari jumlah kasus yang diterima Dewan Pers pada tahun lalu, sebanyak 97,66 persen atau 794 kasus terselesaikan.
Ninik menilai kenaikan yang cukup tajam tersebut bermakna ganda, yakni semakin meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap pemberitaan serta merupakan sebuah refleksi bagi pers agar tetap mempelajari dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik.
"Jangan sampai kemudian ada kesalahan berulang dengan metode yang sama dalam penyelesaian pemuatan pemberitaan," kata Ninik mengingatkan. Ant
NERACA Jakarta - Mahkamah Konstitusi menyatakan pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan dasar di SD, SMP, dan madrasah atau…
NERACA Jakarta - Polri mendukung terwujudnya iklim investasi di Indonesia yang bebas dari aksi premanisme dengan menjaga keamanan dan ketertiban…
NERACA Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan siap berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam upaya menjaga kelestarian…
NERACA Jakarta - Mahkamah Konstitusi menyatakan pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan dasar di SD, SMP, dan madrasah atau…
NERACA Jakarta - Polri mendukung terwujudnya iklim investasi di Indonesia yang bebas dari aksi premanisme dengan menjaga keamanan dan ketertiban…
NERACA Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan siap berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam upaya menjaga kelestarian…