Bank DBS Ungkap Investasi yang Aman - Konflik Geopolitik Memanas




NERACA

Jakarta - PT Bank DBS Indonesia mengungkap sejumlah instrumen investasi yang dinilai aman dan potensial di tengah memanasnya konflik antara Iran dan Israel. Dalam media group discussion di Jakarta, Kamis, Head of Investment Product & Advisory Bank DBS Indonesia Djoko Soelistyo memandang konflik global seperti perang akan selalu muncul dalam siklus sejarah.

 

Namun, peluang investasi tetap terbuka, terutama bagi mereka yang jeli dan menyesuaikan profil risiko dengan instrumen yang tepat. Salah satu instrumen yang cukup aman dan banyak diminati saat ini adalah obligasi, termasuk obligasi syariah.

 

Selain memberikan imbal hasil (yield) yang stabil sekitar 6,7-6,8 persen dalam jangka waktu 10 tahun. Djoko menambahkan bahwa pajak penghasilan atas bunga obligasi yang kini diturunkan menjadi 10 persen turut meningkatkan daya tarik instrumen ini.

 

“Produk obligasi saat ini termasuk salah satu produk yang sangat digemari kalau saya lihat dari trennya, dan kalau saya lihat juga investor pun mulai dari yang paling usia lanjut sampai yang paling muda pun, itu kebanyakan mereka sudah masuk,” jelasnya.

 

Selain obligasi, ia menjelaskan reksadana menjadi alternatif investasi yang minim risiko karena dikelola oleh manajer investasi profesional serta diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank DBS mencatat pertumbuhan signifikan pada produk reksadana terstruktur, bahkan meningkat dua kali lipat dibanding tahun lalu.

 

Produk berbasis fixed income dengan fitur regular dividend menjadi salah satu yang paling banyak diburu nasabah. “Kami juga melihat pertumbuhan terakhir itu lebih banyak pertumbuhan di reksadana yang berbasis fixed income juga terutama berbasis fixed income yang memberikan regular dividend atau regular income,” tuturnya.

 

Lebih lanjut, deposito juga disebut sebagai pilihan paling stabil dalam situasi pasar yang bergejolak. Sementara itu, emas tetap menjadi instrumen tradisional favorit masyarakat Indonesia untuk menjaga nilai kekayaan di tengah tekanan ekonomi.

 

Meski demikian, Djoko tetap mengingatkan bahwa instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham masih bisa menciptakan keuntungan, asalkan cermat dalam memanfaatkan momentum.

 

“Misalnya kita melihat (sektor) teknologi, terutama hubungan dengan AI, pada kenyataannya mereka relatif lebih resilient bahkan sempat beberapa saat lalu mengalami kenaikan lagi. Jadi hal seperti ini yang harus kita manfaatkan dengan jeli,” kata dia.

 

Djoko juga mencatat adanya pergeseran arus investasi ke kawasan Asia akibat perang dagang, yang berpotensi memberi keuntungan bagi saham-saham di pasar regional. “Jadi yang kami lakukan adalah kami memperbanyak produk-produk kami yang berbasis obligasi atau fixed income, baik obligasi dari lokal maupun obligasi syariah dari offshore,” terang Djoko.

 

BERITA TERKAIT

BI Catat Pengguna QRIS Tap Capai 47,8 Juta Orang

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pengguna (user) layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Tap telah mencapai…

BRI Naikkan Batas Minimum Dana Kelola Nasabah Prioritas

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menaikkan batas minimum dana kelolaan (fund under management/FUM)…

BTN Usul Hidupkan Kembali KPR Tapera

  NERACA Jakarta - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Nixon Napitupulu mengusulkan agar BP Tapera…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bank DBS Ungkap Investasi yang Aman - Konflik Geopolitik Memanas

NERACA Jakarta - PT Bank DBS Indonesia mengungkap sejumlah instrumen investasi yang dinilai aman dan potensial di tengah memanasnya konflik…

BI Catat Pengguna QRIS Tap Capai 47,8 Juta Orang

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pengguna (user) layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Tap telah mencapai…

BRI Naikkan Batas Minimum Dana Kelola Nasabah Prioritas

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menaikkan batas minimum dana kelolaan (fund under management/FUM)…