INSENTIF FISKAL UNTUK TIKET PESAWAT: - Pengamat Transportasi: Kurang Tepat Sasaran

 

Jakarta-Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai kebijakan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 6% untuk tiket pesawat kelas ekonomi kurang tepat sasaran. Pasalnya, mayoritas pengguna pesawat adalah masyarakat kelas menengah ke atas.

NERACA

Menurut Djoko,  kebijakan tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan konsumsi masyarakat. "Enggak juga (tidak terlalu berpengaruh). Kenapa tiket pesawat yang diberikan insentif? Harusnya angkutan umum yang diberikan insentif. Kalau angkutan umum manfaatnya lebih besar,” ujarnya,  Senin (16/6). 

Djoko mengatakan,  mayoritas pengguna pesawat adalah masyarakat kelas menengah atas yang dinilai tidak terlalu membutuhkan insentif. "Yang naik pesawat rata-rata orang kaya. Tapi orang yang butuh malah dipungut pajak ini-itu,” tutur dia. 

Dia  juga menyebut, insentif PPN ini belum menunjukkan dampak nyata, bahkan saat masa libur panjang sekalipun. "Enggak ada efek signifikan. Kalau diberi insentif buat angkutan umum mungkin akan berpengaruh karena banyak orang yang pakai. Misalnya beri insentif ke sopir angkot untuk subsidi bensin,” ujar Djoko seperti dikutip Liputan6.com. 

Tidak Berdampak  

Djoko mengungkapkan, insentif ini juga tidak berdampak besar terhadap peningkatan jumlah penerbangan dalam negeri. Lantaran, sebagian besar pengguna pesawat di Indonesia justru merupakan pegawai yang dibiayai perjalanannya oleh kantor. "Yang bayar pakai uang sendiri paling cuma 10 persenan. Kalau bisa pakai angkutan lain, mereka pasti pilih yang lain,” ujarnya. 

Sebagai solusi, Djoko menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan bantuan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.  "Lebih baik memberikan insentif atau bantuan kepada supir angkot, supir truk, agar tidak dipungli. Itu lebih terasa manfaatnya,” ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) mencatat masyarakat cenderung membeli tiket pesawat jauh hari sebelum masa libur sekolah Juni-Juli 2025. Hal tersebut dikatakan membuat harga perjalanan menjadi lebih murah.

Sekretaris Jenderal INACA, Bayu Sutanto menyebut cara itu dinilai lebih murah jika dibandingkan dengan memanfaatkan diskon atas kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 6 persen. Pembelian tiket jauh hari juga menjadi pola rutin menjelang masa libur.

"Perjalanan liburan sekolah itu didominasi keluarga, orang tua dan anak atau cucu, min 3 pax lah, umumnya mereka sudah merencanakan jauh hari, 2-3 bulan sebelum liburan dan membeli tiket, hotel, transport lokal, tiket destinasi dan lain-lain," ujarnya, pekan lalu. 

"Kenapa lebih awal? Karena harganya masih murah dibandingkan saat mendekati liburan tersebut," sambung dia.

Sebagai contoh, Bayu memberikan hitungan sederhana. Tiket pesawat untuk penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta ke Bandara Internasional Yogyakarta misalnya yang masih dibanderol sekitar Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta di Maret-April 2025. Harga ini bisa melonjak ke Rp 1 juta sampai Rp 1,2 juta pada Juni-Juli 2025. Harga itu berlaku untuk penerbangan di masa libur sekolah.

Periode penjualan yang disebut kedua ini, sejalan dengan pemberian diskon PPN DTP oleh pemerintah. Namun, besaran potongan 6 persen dinilai masih lebih mahal jika dibandingkan dengan pembelian tiket pesawat sebelum periode libur. "Dengan diskon 6 persen pun masih lebih murah beli tiketnya di Maret-April," tutur  Bayu.

Dia  juga mencatat, ada peluang kenaikan okupansi selama periode libur anak sekolah Juni-Juli 2025 ini. Namun, hal ini lebih dipengaruhi oleh pola musiman dan tidak terlalu dipengaruhi diskon tiket pesawat atas PPN DTP. "Ya tentu setiap musim liburan ada kenaikan jumlah pax, tapi ini fenomena rutin," ungkapnya.

Dia menuturkan, sebagian besar keterisian pesawat di periode libur sekolah sudah diperoleh dari pembelian tiket sebelum masa tersebut. Mengingat penghematan yang bisa didapat masyarakat sesuai hitungan sebelumnya."Sebagian besar pax tentu sudah membeli jauh hari untuk dapat harga yang ekonomis sesuai hukum demand and supply," ujarnya. 

Sebelumnya, pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta  Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan ini lebih sebagai langkah populis jangka pendek ketimbang solusi strategis untuk memperbaiki struktur harga tiket pesawat yang selama ini mencekik masyarakat.

"Mari kita jujur, masalah utama mahalnya tiket pesawat bukanlah PPN 11%, melainkan tingginya harga dasar tiket akibat sejumlah faktor struktural, mulai dari harga avtur yang terus melonjak, terbatasnya jumlah maskapai aktif pasca-pandemi, hingga dominasi rute oleh segelintir pemain besar," ujarnya.

Dia mengatakan, dalam situasi seperti ini, potongan 6% PPN hanya mengurangi sekitar Rp60 ribu dari tiket seharga Rp1 juta, jumlah yang tidak signifikan untuk mendorong masyarakat yang menahan konsumsi akibat mahalnya harga.

Sebelumnya, Insentif pajak pertambahan nilai yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) diberikan untuk pembelian tiket pesawat dalam rangka membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mudik Lebaran. Pemerintah saat itu menanggung enam persen untuk PPN, sedangkan sisanya lima persen oleh masyarakat. Dengan demikian, potongan harga tiket pesawat yang didapatkan sekitar 13-14 persen.

Seiring hal itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, menjelaskan, PMK-18/2025 tersebut ditetapkan pada 27 Februari 2025 dan berlaku pada 1 Maret 2025. "Latar belakang penerbitan PMK-18/2025 ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mudik hari raya Idulfitri," ujarnya  dalam keterangannya,  Jumat (7/3). 

Selain itu, PMK-18/2025 ini merupakan bentuk dukungan Pemerintah dalam meringankan beban masyarakat, mendukung mobilitas, serta memperkuat pemulihan industri penerbangan nasional di tengah peningkatan harga tiket pesawat menjelang perayaan Idulfitri.

Adapun pokok-pokok pengaturan dalam PMK-18/2025 antara lain sebagai berikut. Pertama, PPN yang terutang ditanggung oleh penerima jasa (penumpang) atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi oleh badan usaha angkutan udara adalah sebesar 5% dari Penggantian.

Kedua, PPN yang terutang ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi oleh badan usaha angkutan udara adalah sebesar 6% (enam persen) dari Penggantian.

Ketiga, penggantian meliputi tarif dasar (base fare), fuel surcharge, dan biaya-biaya lain yang diminta atau seharusnya diminta oleh badan usaha angkutan udara karena penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi.

Keempat, PPN DTP diberikan kepada penerima jasa (penumpang) untuk periode pembelian mulai dari 1 Maret 2025 hingga 7 April 2025, dan untuk periode penerbangan mulai dari 24 Maret 2025 hingga 7 April 2025.

Kelima, badan usaha angkutan udara yang menyerahkan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi wajib membuat faktur pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Skema Penyampaian Rincian Transaksi PPN

Kemudian wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN beserta daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi, sebagai bagian dari pelaporan PPN.

Adapun waktu penyampaian daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi disesuaikan dengan Masa Pajak penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan paling lambat 30 Juni 2025. bari/ibnu/fba

BERITA TERKAIT

KANTOR PUSAT STARTUP PINDAH KE NEGARA LAIN: - Ada Insentif Lebih Memikat Dibanding Indonesia?

  Jakarta-Traveloka dan sejumlah Startup dari negara lain memindahkan kantor pusatnya ke negara tetangga Indonesia seperti Singapura dan India. Alasan…

Paket Stimulus Upaya Pemerintah Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rp

NERACA Jakarta – Pemerintah resmi meluncurkan enam paket stimulus ekonomi sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta…

Judi Daring Susupi Situs Pemda, Aparat Bertindak Tegas

NERACA Jakarta — Judi daring kini kian marak dan bahkan menyusup ke situs-situs resmi milik Pemerintah Daerah (Pemda). Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

INSENTIF FISKAL UNTUK TIKET PESAWAT: - Pengamat Transportasi: Kurang Tepat Sasaran

  Jakarta-Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai kebijakan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 6% untuk…

KANTOR PUSAT STARTUP PINDAH KE NEGARA LAIN: - Ada Insentif Lebih Memikat Dibanding Indonesia?

  Jakarta-Traveloka dan sejumlah Startup dari negara lain memindahkan kantor pusatnya ke negara tetangga Indonesia seperti Singapura dan India. Alasan…

Paket Stimulus Upaya Pemerintah Jaga Stabilitas Nilai Tukar Rp

NERACA Jakarta – Pemerintah resmi meluncurkan enam paket stimulus ekonomi sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta…