NERACA
Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran menjadi hambatan untuk program tersebut. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait mengatakan, minimnya anggaran perumahan menjadi tantangan utama dalam pelaksanaan program 3 juta rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri yang akrab disapa Ara ini menjelaskan, anggaran yang telah dikucurkan negara sebesar Rp3,4 triliun sebagai pagu Anggaran Kementerian PKP hanya cukup untuk membangun sebanyak 269.779 unit rumah. Dalam paparan yang disampaikan, 269.779 unit yang bakal dibangun menggunakan APBN itu mencakup pembangunan rumah susun, rumah khusus, revitalisasi rusun, proyek Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), penanganan kawasan kumuh serta program FLPP.“Pembiayaan, kemampuan kita tak sampai 270.000 unit rumah itu dari APBN dan dari FLPP,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI, Jakarta, Senin (19/5).
Menurutnya, dirinya masih memiliki pekerjaan rumah besar mencari alternatif pendanaan untuk mendukung pembangunan 2,73 juta unit rumah. Dirinya menegaskan bahwa 2 juta unit rumah ditargetkan bakal dibangun melalui dukungan penanam modal dalam negeri (PMDN). Sementara sisanya kurang lebih sebanyak 1 juta unit rumah akan didorong pembangunannya melalui komitmen pendanaan penanaman modal asing (PMA).“Kami ada 3 juta, saya terbuka semua sampaikan yang 2 juta tanggung jawab saya sebagai menteri. Kemudian 1 juta rumah dari investasi luar negeri, saya tugaskan Wamen konsentrasi di situ,”ungkapnya.
Pada tahun ini terdapat terdapat 350 ribu rumah yang telah memiliki pendanaan, kata dia, atau meningkat sekitar 70 persen dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai 200 ribu unit. Lonjakan tersebut menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat, lanjutnya, serta bukti negara serius hadir dan menginginkan masyarakat tidak hanya memiliki rumah, tetapi juga merasakan keadilan.
Kementerian PKP, kata dia, terus melakukan pembenahan terhadap sejumlah kendala klasik yang menghambat pelaksanaan program, seperti legalitas tanah, kualitas bangunan, dan ketepatan sasaran penerima. Dia mengatakan pembaharuan data sebagai kunci efektivitas program dan sekarang data Badan Pusat Statistik (BPS) diperbarui setiap tiga bulan sekali sebagai acuan ketepatan sasaran penerima.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah mengatakan, program 3 juta rumah belum akan bisa terealisasi optimal di tahun pertama Presiden Prabowo Subianto menjabat. Disampaikannya, anggaran menjadi faktor utama yang masih mengganjal. Pasalnya, pagu anggaran Kementerian PKP saat ini masih dibentuk oleh masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 adalah APBN yang disusun pada masa Pak Jokowi. APBN 2026 nanti pidato Nota Keuangannya baru 16 Agustus 2025 itu baru akan mencakup [anggaran untuk program perumahan] secara komprehensif,” kata Fahri.
Kemudian karena keterbatasan anggaran yang ada pada tahun ini maka program perumahan yang dijalankan baru program-program yang telah ada sebelumnya seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sementara Senior Associate Director Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto pernah bilang, secara keseluruhan belum tampak hasil dari Program 3 Juta Rumah. Padahal, saat ini sudah masuk kuartal II 2025."Program 3 Juta Rumah ini secara umum memang belum kelihatan. Kita sudah masuk bulan April, sepertiga dari tahun ini, harusnya kalau sepertiganya itu setidaknya ada sejuta lah sudah jadi itu rumah. Tapi ini belum terlihat, ya hampir nggak terlihat lah. Ditambah lagi FLPP kita hanya sekitar 200-300 ribu (unit). Dari mana lagi kira-kira sumber supply yang harus didorong?" katanya.
Ferry mengatakan, pembangunan TOD bisa membantu realisasi Program 3 Juta Rumah. Ferry menilai konsep TOD sangat menarik karena bisa memfasilitasi masyarakat yang tidak memiliki penghasilan yang terlalu tinggi namun bisa memiliki hunian dengan lokasi dan akses yang mudah serta memiliki waktu tempuh yang bisa diprediksi. Selain itu, adanya TOD juga bisa menjadi pengganti rumah tapak dengan harga terjangkau yang lokasinya semakin hari semakin jauh dari pusat kota.
Namun, masyarakat dinilai skeptis apakah TOD, yang sebagian besar dibangun oleh perusahaan BUMN, bisa dibangun sesuai harapan mengingat ada beberapa proyek yang dilakukan tidak sesuai dengan janji waktu penyelesaian bangunan. bani
Jakarta-Ribuan pensiunan Pos Indonesia berencana menggelar demo di kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) di Jl. Cilaki, Bandung, pada…
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…
NERACA Jakarta – Hukum dan investasi merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya ternyata saling mempengaruhi satu sama lain. Hal…
NERACA Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran…
Jakarta-Ribuan pensiunan Pos Indonesia berencana menggelar demo di kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) di Jl. Cilaki, Bandung, pada…
Jakarta-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyoroti kenaikan tarif pungutan ekspor produk minyak sawit mentah ( crude palm oil-CPO).…