Strategi Multilateral Tingkatkan Daya Tawar Negara - Perang Dagang AS dan China

 

NERACA

Jakarta - Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menilai strategi multilateralisme dapat meningkatkan daya tawar negara dalam menghadapi kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. "Kalau semua negara bergabung, bernegosiasi dengan AS bareng, membuat semacam multilateral, itu bisa jadi daya tawar yang lebih tinggi," kata Krisna dalam diskusi daring bertajuk "Menyikapi Tarif Amerika: Apa Strategi Indonesia?" sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Menurutnya, kebijakan tarif resiprokal AS menciptakan prisoners dilemma, yang mendorong tiap-tiap negara menyusun strategi bilateral masing-masing. Dia utamanya mendorong langkah multilateralisme ASEAN+3 (10 negara ASEAN beserta Jepang, Korea Selatan, dan China).

Krisna meyakini persatuan negara-negara di kawasan ini dapat menambah daya tawar dalam menghadapi tarif dagang Trump. Indonesia telah menyerukan penguatan multilateralisme, salah satunya disampaikan pada Pertemuan Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-58 di Milan, Italia, pada 3–6 Mei 2025.

Pada agenda ADB Governors' Business Session, Indonesia yang diwakili oleh Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyampaikan ketidakpastian global memicu kerentanan rantai pasok. Wamenkeu menekankan pentingnya multilateralisme yang dapat memberikan solusi yang saling menguntungkan, mendorong pertumbuhan inklusif, dan mengurangi ketimpangan untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mendorong agar ASEAN+3 dapat menjadi representasi peredam ketegangan dan konflik yang terjadi dalam level global. Indonesia pun memperkuat kerja sama perdagangan dengan Jepang untuk wilayah ASEAN di tengah kebijakan tarif resiprokal.

Jepang pernah menghadapi isu serupa pada era 80-an terkait dengan kebijakan tarif AS. Pengalaman Jepang dalam menghadapi perang dagang dengan AS dianggap memberikan perspektif yang berharga dan menjadi referensi penting dalam menyusun langkah ke depan. Kedua negara juga sepakat bahwa kedekatan budaya, geografis, dan sejarah antara negara ASEAN+3 merupakan fondasi kuat untuk menciptakan stabilitas dan kesejahteraan di kawasan.

Disisi lain, pemerintah juga diminta untuk tidak lengah di tengah mulai meredanya perang dagang antara AS dan China. "Masih waspada, karena Trump itu kan volatile (tidak stabil) banget, ya. Itu kan baru perundingan pertama. Tapi kita belum lihat sama negara lain juga kayak gimana. Jadi, enggak bisa terus kita santai-santai, tetap harus resilien dan tetap harus waspada," kata Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sekar Utami Setiastuti.

Perundingan antara AS dan China di Geneva, Swiss, baru-baru ini menghasilkan kesepakatan untuk saling menurunkan tarif impor selama 90 hari. Hal itu menjadi sinyal meredanya ketegangan perang dagang untuk sementara waktu. Selain tetap waspada, menurut Sekar, Pemerintah RI harus bersiap jika sewaktu-waktu dampak perang dagang itu benar-benar terasa terhadap perekonomian dalam negeri.

"Kalau ada dampak negatif, ya gimana cara kita kasih stimulus ke yang memang terdampak. Misalnya dalam jangka panjang ada satu sektor yang terdampak, ya berarti kan memang mungkin di situ nanti perlu ada stimulus ke sektor-sektor tertentu," ujarnya.

Ia mengatakan gejolak ekonomi global akibat perang dagang umumnya tercermin dalam aktivitas ekspor dan impor. Jika perlambatan terjadi di level global, ekspor Indonesia berpotensi ikut terpengaruh. "Kalau kita kemudian demand-nya turun, mungkin impor kita juga akan turun. Net ekspornya enggak akan turun terlalu banyak. Jadi agak sedikit delicate (rumit), memang harus dilihat supply chain (rantai pasok) kita itu kayak gimana," tutur Sekar.

 

BERITA TERKAIT

Standar Kemiskinan Bank Dunia Dinilai Tak Cerminkan Kondisi Indonesia

  NERACA Jakarta - Pengamat ekonomi dan perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan standar kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia…

LPEI Tawarkan Rute Baru ke Eropa Lewat Rotterdam - Sikapi Perang Dagang

NERACA Jakarta - Indonesia Eximbank/Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag - Kerajaan Belanda…

Meski Naik, Utang Indonesia Diklaim Masih Terjaga

  NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I 2025 terjaga dengan posisi tercatat…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Standar Kemiskinan Bank Dunia Dinilai Tak Cerminkan Kondisi Indonesia

  NERACA Jakarta - Pengamat ekonomi dan perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto mengatakan standar kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia…

LPEI Tawarkan Rute Baru ke Eropa Lewat Rotterdam - Sikapi Perang Dagang

NERACA Jakarta - Indonesia Eximbank/Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag - Kerajaan Belanda…

Meski Naik, Utang Indonesia Diklaim Masih Terjaga

  NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I 2025 terjaga dengan posisi tercatat…