NERACA
Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan relaksasi bagi eksportir untuk menghadapi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), dalam rangka menjaga ketahanan industri ekspor di tengah perang tarif.
“KPPU dapat memberi relaksasi dari penegakan hukum persaingan usaha bagi pelaku usaha yang memproduksi untuk kebutuhan ekspor,” ucap Wakil Ketua KPPU Aru Armando di Gedung KPPU, Jakarta, Senin (5/5).
Menurut dia, relaksasi ekspor bagi para eksportir dapat menjadi strategi pelaku usaha untuk tetap bertahan di tengah perang tarif antara China dengan Amerika Serikat.
Selain strategi tersebut, Aru juga menyarankan ke para pelaku usaha untuk melakukan konsolidasi antara satu sama lain dengan sepengetahuan KPPU.
Konsolidasi tersebut bertujuan untuk merumuskan strategi yang akan mereka gunakan dalam menghadapi tarif resiprokal AS.
Dalam kondisi normal, konsolidasi pengusaha sesungguhnya langkah yang salah atau melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat, sebab dapat mengarah pada persekongkolan, korupsi, hingga kartel.
“Akan tetapi, ketika menghadapi situasi yang tidak normal, seperti tarif AS, saya pikir koordinasi itu perlu dilakukan sepanjang dikonsultasikan dengan KPPU,” ucapnya.
Aru menyampaikan, KPPU membuka ruang bagi pelaku usaha dan asosiasi untuk berkomunikasi dan berkonsultasi ke KPPU atas hambatan persaingan yang dialaminya, serta strategi yang akan dilakukan.
“Sehingga ini bisa dikatakan menjadi strategi bersama dunia usaha di Indonesia untuk menghadapi dampak dari adanya krisis atau perang tarif global,” kata Aru.
Hingga saat ini, lanjut dia, pengusaha belum ada yang meminta relaksasi ekspor. Apabila para pelaku usaha memiliki strategi lain untuk mempertahankan diri di tengah tarif resiprokal AS, Aru menyampaikan KPPU siap untuk menjadi rekan berkonsultasi.
“Semisal ada strategi yang dirasa berpotensi untuk melanggar hukum persaingan usaha, jangan khawatir untuk berkonsultasi dengan KPPU,” tuturnya.
Kemudian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta industri padat karya akan tertekan apabila kuota impor dihapus.
“UMKM dan industri padat karya kesulitan menghadapi gempuran produk impor yang lebih murah atau berkualitas tinggi,” ucap Aru.
Aru menyampaikan bahwa produk impor cenderung memiliki harga yang lebih murah atau kualitas yang lebih tinggi.
Tanpa pembatasan kuota, lanjutnya, produsen asing dapat memasarkan barang mereka dengan lebih leluasa, sehingga perusahaan domestik menghadapi tekanan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas agar tetap kompetitif.
Persaingan itulah yang nantinya akan mendorong inovasi dan penurunan harga yang menguntungkan konsumen, namun menyulitkan pelaku usaha lokal yang kurang siap bersaing, seperti industri padat karya atau UMKM yang baru merintis.
“Akibatnya, bisa terjadi penurunan produksi domestik, pemutusan hubungan kerja, bahkan kebangkrutan usaha kecil yang tidak mampu beradaptasi dengan persaingan yang lebih ketat,” ucapnya.
Menurut Aru, pemerintah harus membatasi masuknya produk impor yang bersaing langsung dengan produsen domestik, khususnya untuk industri yang padat karya.
“Jika perlu, buat kebijakan dan lakukan penegakan hukum tegas atas barang impor ilegal,” kata dia.
Oleh karena itu, KPPU berharap dapat terlibat dalam rapat kerja, utamanya bersama Kementerian Perdagangan, untuk membahas kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah terkait perekonomian, bisnis, dan persaingan usaha.
Hingga saat ini, KPPU belum berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait penghapusan kuota impor.
“Kami menunggu komunikasi dan konsultasi dengan pemerintah, khususnya dengan Kementerian Perdagangan,” kata Aru.
Presiden RI Prabowo Subianto secara tegas meminta jajaran dari Kabinet Merah Putih (KMP) untuk bisa menghapus kuota produk-produk impor sehingga mempermudah kelancaran para pengusaha Indonesia dalam berusaha, terutama yang bermitra dengan pihak global.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo setelah mendengar keluhan pengusaha kemitraan dengan perusahaan global terkhusus yang berasal dari AS.
Pengusaha terkait merasa aturan terkait impor di Indonesia membuat ketidakpastian pada proses negosiasi yang dilakukan antara perusahaan dan berpotensi membuat usaha menjadi tertunda.
Maka dari itu, agar dapat menjamin kepastian terkait mekanisme impor maka Presiden menilai langkah menghapus kuota impor perlu diterapkan sebagai bagian dari deregulasi yang ingin dijalankannya untuk menjaga kesehatan persaingan usaha di Indonesia. Ant
NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan belum ada…
NERACA Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily meminta para aparat penegak hukum (APH) untuk menindak tegas…
NERACA Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menilai bahwa Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo merupakan…
NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan relaksasi bagi eksportir untuk menghadapi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), dalam…
NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan belum ada…
NERACA Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily meminta para aparat penegak hukum (APH) untuk menindak tegas…