Banyak orang tua beranggapan penyakit autoimun yang diderita seseorang sebagai penyakit menular. Sehingga mereka yang menderita penyakit tersebut dikucilkan agar terhindar dari penularan. Padahal penyakit autoimun sendiri, disampaikan dokter spesialis penyakit Dr. dr. Alvina Widyaningsih bukanlah penyakit menular.“Penyakit autoimun bukan penyakit menular. Penyakit ini adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, sistem kekebalan tubuh manusia seharusnya bisa mengenali sel tubuh sendiri, bakteri, dan virus yang harusnya dihancurkan. Sementara bagi penderita autoimun, sistem kekebalan tubuh atau imunitas ini tidak bisa berfungsi dengan baik atau justru menyerang diri sendiri.
Akibat kegagalan mengenali sel tubuh sendiri, terjadi kerusakan berbagai organ seperti organ pernapasan, organ darah dan lainnya karena sel tubuh menyerang diri sendiri.“Jadi kalau pada penyakit autoimun ini,sistem kekebalan, sistem imun kita tidak bisa mengenali. Kan harusnya sistem kekebalan kita digunakan untuk melawan bakteri, virus.nah tapi ini tak dapat berfungsi dengan baik sehingga kemudian malah menyerang sel-sel tubuh sendiri itu bisa menyerang ke sel darah, sel saraf, ginjal, kulit,” tambah dia.
Hal ini bisa terjadi karena terdapat sejumlah faktor yang melatarbelakangi misalnya genetik atau keturunan. “Tapi genetik itu tidak bisa berdiri sendiri, itu muncul dan bermanifestasi gennya kalau ada faktor pemicu dari lingkungan yang kemudian membuat genetik bermanifestasi sehingga menjadi gangguan imun,” katanya lagi.
Adapun hal pemicu dari lingkungan yang dapat mendorong terjadinya autoimun pada seseorang yang memang memiliki riwayat genetik autoimun meliputi, faktor hormonal . Faktor ini kerap menjadi pemicu bagi kaum perempuan. Kemudian ada faktor paparan sinar ultraviolet yang mampu merusak dna yang ada di sel tubuh, berbagai infeksi virus, bakteri salah satunya adalah virus COVID-19.
Serta zat kimia yang terkandung di berbagai makanan, lingkungan juga mampu berkontribusi menyebabkan pemicu autoimun. Dirinya pun merekomendasikan agar masyarakat yang memiliki keluarga atau secara genetik memiliki riwayat autoimun dapat mengonsumsi makanan sehat dan menghindari makanan dengan kandungan kimia, tambahan zat aditif dan makanan dengan banyak proses (ultra processed food) dan menerapkan pola hidup sehat.“Tapi selain itu misalnya dia punya bakat autoimun kemudian ada konsumsi banyak zat kimia di makanan dan terpapar kimia di lingkungan itu kan juga akan mengganggu fungsi kekebalan tubuh jadi walau tak secara langsung ada reaksi autoimun pada zat kimia tersebut tapi juga itu meningkatkan risiko autoimun,” pungkasnya.
Bisa Ditekan
Kata dokter Alvina yang juga dokter di RS Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), gejala penyakit autoimun bisa ditekan dengan terapi pengobatan dan penerapan pola hidup sehat."Gejala penyakit ini dapat ditekan, sehingga penderita dapat beraktivitas seperti biasa,"ungkapnya.
Meskipun penyakit autoimun tidak bisa disembuhkan, dia mengatakan, gejalanya bisa diringankan dengan terapi pengobatan yang tepat dan penerapan pola hidup sehat. Disampaikannya bahwa penderita penyakit autoimun dengan gejala ringan berpeluang melepaskan diri dari rutinitas minum obat jika menerapkan pola hidup sehat."Ada beberapa kondisi ringan autoimun lepas obat dengan pola hidup sehat, tapi perlu dipantau kalau ada pemicu seperti penyebab stres atau pola hidup tak bisa dijaga," katanya.
Dia menambahkan, penderita autoimun dengan gejala tingkat menengah hingga berat bisa mendapatkan terapi obat dengan dosis yang lebih rendah kalau menerapkan gaya hidup sehat. Dokter Alvina menyampaikan bahwa gejala penyakit autoimun bisa beragam.
Dirinya menyarankan orang dengan kadar Hb rendah, anemia, rambut rontok, dan susah punya keturunan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui kemungkinan kondisi tersebut berkaitan dengan penyakit autoimun."Konsultasi ke dokter, dokter akan lakukan pemeriksaan, karena autoimun sangat luas," katanya.
Dia mengatakan bahwa dokter akan menyarankan pemeriksaan darah, rontgen, radiasi, serta biopsi kulit dan ginjal untuk mengetahui apakah orang yang bersangkutan menderita penyakit autoimun. Kemudian, lanjut dokter Alvina, wanita yang menderita penyakit autoimun memiliki kesempatan untuk dapat hamil dan memiliki keturunan, namun memang hal tersebut membutuhkan perencanaan yang baik.“Apakah bisa hamil? Ya insya Allah bisa, tapi bagaimana supaya bisa berhasil dengan baik kehamilannya harus terencana dengan baik. Jadi memang sejak awal jangan ragu diskusikan dengan dokter yang merawatnya,” ungkapnya.
Dia merekomendasikan agar wanita atau istri yang menderita autoimun dapat berkonsultasi dengan dokter terkait sehingga kehamilan dapat berjalan baik bagi ibu dan perkembangan janin melalui perencanaan yang tepat. Secara ideal, kata dia, kehamilan dapat direncanakan apabila autoimun telah terkendali, misalnya pada kondisi lupus, minimal enam bulan penderita sebaiknya sudah mengonsumsi obat dengan dosis yang lebih rendah serta mengonsumsi obat yang ramah bagi ibu hamil. Pasalnya beberapa obat untuk mengobati penyakit ini tidak ramah atau dilarang dikonsumsi bagi ibu hamil dan janin. (bani)
Jangan anggap remeh pertumbuhan gigi pada anak. Gigi anak merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh orang tua. Bukan…
Dampak penyakit HIV dan kanker tulang membuat badan tubuh lemas, namun takuh bahwa terapi sel punca (stem cell) ortopedi bisa…
Menekan angka kematian bayi dan ibu hamil, tentu menjaga asupan gizi dan kesehatan menjadi faktor penting. Dokter spesialis kandungan dr.…
Jangan anggap remeh pertumbuhan gigi pada anak. Gigi anak merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh orang tua. Bukan…
Dampak penyakit HIV dan kanker tulang membuat badan tubuh lemas, namun takuh bahwa terapi sel punca (stem cell) ortopedi bisa…
Menekan angka kematian bayi dan ibu hamil, tentu menjaga asupan gizi dan kesehatan menjadi faktor penting. Dokter spesialis kandungan dr.…