NERACA
Jakarta – Di tahun 2024, PT Astra International Tbk (ASII) membukukan laba bersih sebesar Rp34,05 triliun (Rp841 per saham), naik tipis 0,63% jika dibandingkan Rp33,83 triliun (Rp836 per saham) pada tahun 2023. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan yang dipublikasi di Jakarta, kemarin.
Sementara pendapatan bersih ASII mencapai Rp330,92 triliun pada 2024, naik 4,53%, dari Rp316,56 triliun pada periode sama 2023. Sebesar Rp219,69 triliun (66,38%) pendapatan ASII tahun 2024 dari penjualan barang, sekitar Rp78,35 triliun (23,67%) dari jasa dan sewa, serta jasa keuangan sebesar Rp32,87 triliun (9,93%).
Beban pokok pendapatan ASII naik lebih tinggi dari pendapatan yakni 5,79% menjadi Rp257,36 triliun pada 2024, dari Rp243,25 triliun pada 2023. Namun, laba kotor emiten otomotif itu naik 0,33% menjadi Rp73,55 triliun, dari Rp73,31 triliun. Di sisi lain, beban penjualan ASII turun 0,9% jadi Rp11,34 triliun, dan beban umum dan administrasi naik 13,74% jadi Rp20,06 triliun, serta biaya keuangan meningkat 22,36% jadi Rp3,81 triliun.
Adapun bagian dari hasil bersih venture bersama ASII naik 8,33% jadi Rp10,29 triliun dari Rp9,49 triliun tahun 2023. Laba sebelum pajak emiten otomotif dengan aset Rp472,92 triliun per Desember 2024 itu turun 2,86% jadi Rp53,15 triliun pada 2024, dibandingkan Rp54,72 triliun pada tahun 2023.
Sebagai informasi, PT Astra International Tbk menghasilkan laba bersih US$ 11 miliar dalam tujuh tahun terakhir. Dari jumlah itu, sebesar 66% atau US$ 7,2 miliar dialokasikan sebagai dividen, sedangkan 29% untuk investasi. Dividen Astra diprediksi tetap tinggi pada 2025-2026. Maka tak heran jika sejumlah sekuritas masih menyukai saham ASII.
Verdhana Sekuritas mencatat, investasi Astra dalam tujuh tahun terakhir sebagian besar belum menghasilkan, kecuali di segmen alat berat dan pertambangan. Astra mengucurkan investasi sekitar US$ 450 juta ke startup, termasuk GOTO sebesar US$ 250 juta, yang belum menghasilkan cuan besar.“Kami juga mencatat Astra (ASII) berinvestasi di sektor kesehatan, dengan mengucurkan US$ 135 juta ke Halodoc dan Hermina serta Cardiovascular Hospital sekitar US$ 40 juta,” tulis Verdhana dalam risetnya.
Sementara itu, Verdhana mencatat, kontribusi segmen otomotif terus menurun, seiring makin kerasnya persaingan dan stagnasi pasar otomotif. Pada 20 tahun silam, segmen otomotif menyumbangkan 50% laba bersih Astra. Tetapi, kini jumlahnya menyusut menjadi 32%.
Saturasi pasar dan perubahan kecenderungan konsumen, menurut Verdhana, merupakan tantangan pertumbuhan bisnis otomotif emiten berkode saham ASII tersebut. Pasar kini khawatir terhadap prospek profitabilitas Astra dalam jangka panjang.
Meski banyak tantangan di investasi dan otomotif, Verdhana menilai, ASII akan tetap membagikan dividen, dengan yield berkisar 4-6%. Ini didorong oleh kas solid dan bisnis alat berat serta pertambangan yang masih tahan banting. Pada 2025-2026, yield dividen ASII diprediksi 7%.
Penetrasi dan ramaikan pasar AC dalam negeri, Xiaomi Indonesia meluncurkan Mijia Air Conditioner Pro Eco 5-Star 1 PK Inverter dengan…
Dari limbah sampah menjadi berkah, hal inilah yang dilakukan Zara Tentriabeng (43), pemilik Hexagon yang memproduksi perhiasan berbahan baku limbah…
Program pemerintahan Prabowo Gibran dalam mewujudkan ketanan pangan, rupanya telah dilakukan kelompok tani (Poktan) Mekar Permai di Pamulang, Tangerang Selatan…
Penetrasi dan ramaikan pasar AC dalam negeri, Xiaomi Indonesia meluncurkan Mijia Air Conditioner Pro Eco 5-Star 1 PK Inverter dengan…
Dari limbah sampah menjadi berkah, hal inilah yang dilakukan Zara Tentriabeng (43), pemilik Hexagon yang memproduksi perhiasan berbahan baku limbah…
Program pemerintahan Prabowo Gibran dalam mewujudkan ketanan pangan, rupanya telah dilakukan kelompok tani (Poktan) Mekar Permai di Pamulang, Tangerang Selatan…