Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Keputusan pemerintah untuk mengalokasikan Rp71 triliun dari RAPBN 2025 untuk program makan siang gratis bagi anak sekolah bukan hanya tidak tepat namun juga tidak adil bagi anak-anak Indonesia. Program ini, meskipun memiliki niat baik untuk meningkatkan gizi anak-anak, tidak memperhitungkan kondisi anggaran dan prioritas yang lebih mendesak dalam APBN.
Pertama, alokasi Rp71 triliun memberikan beban signifikan pada APBN yang sudah harus menyeimbangkan berbagai kebutuhan penting lainnya seperti kesehatan, infrastruktur, dan pendidikan. Dengan total anggaran yang terbatas, memprioritaskan satu program besar seperti ini tanpa mempertimbangkan dampaknya pada sektor lain dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan publik yang esensial untuk pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Kedua, anggaran ini hanya cukup untuk mencakup sekitar 19,72 juta anak dari total 70,5 juta anak sekolah. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang nyata di antara anak-anak sekolah. Memilih siapa yang mendapat makan siang gratis dan siapa yang tidak akan menimbulkan kebingungan dan konflik, serta menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan siswa dan orang tua.
Anak-anak yang tidak mendapatkan bantuan ini akan merasa diabaikan, sementara yang mendapatkannya mungkin merasa diistimewakan, menciptakan kesenjangan sosial yang tidak perlu.
Ketiga, program ini berpotensi meningkatkan defisit anggaran. Dengan kondisi defisit yang diproyeksikan berada di kisaran 2,45-2,82% dari PDB, alokasi sebesar ini tanpa realokasi dari pos lain akan meningkatkan risiko fiskal, memperburuk ketahanan ekonomi nasional, dan mengurangi ruang fiskal untuk kebutuhan mendesak lainnya.
Sebagai alternatif, lebih bijaksana jika anggaran Rp71 triliun ini dialihkan ke sektor-sektor yang lebih mendesak dan strategis, yang dapat memberikan manfaat lebih besar dan berkelanjutan bagi masyarakat. Misalnya, memperkuat sistem kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan membangun infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali keputusan ini dan memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara efisien dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Program makan siang gratis sebaiknya ditunda hingga kondisi anggaran memungkinkan pelaksanaannya secara merata dan adil bagi semua anak-anak Indonesia.
Prabowo dan reputasi janji makan siangnya di awal pemerintahan 2025 tampaknya akan menghadapi tantangan besar. Ternyata, dapat dipastikan reputasi janji makan siang tersebut akan rusak karena ketidakcukupan anggaran.
Program makan siang gratis yang dijanjikan oleh Prabowo-Gibran, yang diharapkan dapat meningkatkan gizi dan kesejahteraan anak-anak sekolah, membutuhkan anggaran yang sangat besar, diperkirakan mencapai Rp 253,8 triliun per tahun namun hanya dianggarkan sebesar Rp71 triliun.
Meskipun ada niat baik di balik program ini, realisasi janji tersebut terbentur pada keterbatasan anggaran yang signifikan. Dalam RAPBN 2025, alokasi anggaran untuk program makan siang gratis hanya sebesar Rp 71 triliun, jauh di bawah kebutuhan sebenarnya.
Hal ini menyebabkan kekhawatiran bahwa program ini tidak akan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan efektif sejak awal pemerintahan. Padahal dalam kepemimpinan Prabowo seharusnya reputasi di awal masa pemerintahan seharusnya dipertahankan dengan kuat dan baik. Namun apa daya.
Lebih jauh lagi, reputasi janji makan siang ini bisa berdampak pada persepsi publik terhadap kemampuan Prabowo dalam merealisasikan janji-janji lainnya.
Jika janji makan siang gratis yang sangat dinantikan saja tidak bisa terpenuhi, maka skeptisisme publik terhadap janji-janji lain seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan kesehatan, dan reformasi pendidikan juga akan meningkat. Ketidakmampuan untuk memenuhi satu janji besar ini bisa memicu hilangnya kepercayaan publik dan investor, serta menurunkan dukungan politik yang krusial bagi stabilitas pemerintahan baru.
Padahal, di awal masa pemerintahan, menjaga reputasi dan kepercayaan sangat penting untuk memastikan dukungan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan strategis lainnya. Kegagalan dalam memenuhi janji makan siang gratis bukan hanya merusak reputasi Prabowo, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas dan kesiapan pemerintahannya dalam menghadapi tantangan-tantangan lain yang lebih besar.
Oleh: Nana Sukmawati, Mahasiswa PTS di Palembang Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…
Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…
Oleh: Nana Sukmawati, Mahasiswa PTS di Palembang Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…
Oleh: Bagus Pratama, Peneliti Ekonomi Pembangunan Pelemahan ekonomi global yang sedang berlangsung telah memberikan dampak pada…