Investasi China di Indonesia Bikin Buntung?

NERACA

Jakarta – Pemerintah tengah menggenjot investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Pasalnya dengan investasi tersebut membuat ekonomi menjadi menggeliat meski pandemic belum juga berakhir. China menjadi negara yang cukup agresif investasi di Indonesia, pada 2016 nilai investasi China di Indonesia sebesar US$800 juta, dan kini nilai investasinya mencapai US$4,8 miliar.

Nilai investasi yang melonjak tinggi tersebut nyatanya tak membuat Indonesia mendapatkan keuntungan. Hal itu diungkap oleh beberapa narasumber dalam diskusi dengan tema "Kupas Tuntas Seputar Manipulasi Investor Smelter China di Indonesia" di Jakarta, Rabu (2/3).

Menurut Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat, Indonesia dibanjiri oleh Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China. "Di 2016, ada 20 ribu TKA dari China yang datang. Dugaan saya, saat ini lebih dari 1 juta TKA. Ini berbahaya bagi pertahanan Indonesia, apalagi mayoritas para TKA ini pernah mengenyam wajib militer," kata Mirah.

Ia pun mencatat ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari investasi yang dilakukan China di Indonesia. Pertama soal tenaga ahli, menurutnya, banyak sekali TKA China datang ke Indonesia tanpa mempunyai keahlian bahkan bekerja sebagai tenaga kasar. “Seperti ngelas, gali pondasi dan lain lain. Itu bukan tenaga ahli,” katanya.

Kedua soal upah, menurut Mirah, upah TKA China jauh lebih besar dibandingkan tenaga kerja lokal. Bahkan, banyak diantara mereka yang digaji hingga Rp30 juta tanpa memiliki keahlian khusus. “Tenaga kasar kok digaji hingga 25 juta. Lalu apakah uang mereka beredar di Indonesia? ternyata tidak. Mereka tidak membelanjakan uangnya di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu juga, adanya UU Cipta Kerja juga memuluskan para TKA China untuk bekerja di Indonesia dengan aturan-aturan yang mudah. “Kita memang butuh investasi tapi investasi yang bermanfaat dan menguntungkan. Tapi kelihatannya kita lebih banyak buntungnya daripada untungnya,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesian Resouces Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan bahwa Presiden Jokowi membanggakan Indonesia akan menerima US$20 miliar dari pelarangan ekspor biji nikel. Disisi lain, pemerintah justru mengobral banyak insentif untuk mendorong investasi.

Marwan menjabarkan setidaknya ada 6 fasilitas yang diterima oleh perusahaan nikel yang mayoritas berasal dari China. Ada pembebasan bea masuk, bebas PPn, bebas pajak ekspor, bebas PPh21, bebas royalty hingga bebas iuran Izin Tinggal Terbatas (ITAS). Marwan juga memperkirakan Indonesia akan kehilangan pendapatan Rp3,7 triliun akibat banyaknya TKA di proyek smelter dengan investor china.   

Jumlah tersebut menurut dia, dihitung dari banyaknya potensi yang hilang dari Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA). DKPTKA merupakan kompensasi yang harus dibayar oleh Pemberi Kerja TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan sebagai penerimaan negara bukan pajak atau pendapatan daerah. "Ada sekitar 5.000 TKA per smelter. Di Indonesia ada sekitar 20 smelter China. Dari satu smelter ada potensi kehilangan Rp 185 miliar per tahun. Jadi, kalau ditotal Indonesia bisa kehilangan Rp 3,78 triliun per tahun,” tukasnya.

Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan menegaskan pemberian berbagai macam insentif di industri pertambangan dan energi adalah sebuah kebodohan. “Kita punya sumber daya alam kok malah diberikan tax holiday, ini kebodohan. Kita negara kaya raya, tapi hasil sumber daya alamnya diberikan ke asing dan mendapatkan insentif pula,” tukasnya.

BERITA TERKAIT

Gelar East Asia Media Caucus, ERIA Ingin Perkuat Peran Media dalam Pelaporan Isu Kawasan

  NERACA Jakarta – Di tengah meningkatnya dinamika kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara—mulai dari ketegangan geopolitik, transformasi ekonomi, hingga…

Pemerintah Serap PNBP Rp115,9 Triliun

  NERACA Jakarta – Pemerintah menyerap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp115,9 triliun per 31 Maret 2025, setara 22,6…

Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Diprediksi Capai 4,6% di 2025

  NERACA Jakarta - Perekonomian Jakarta diperkirakan tetap tumbuh kuat, sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,6-5,4 persen sepanjang tahun…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Gelar East Asia Media Caucus, ERIA Ingin Perkuat Peran Media dalam Pelaporan Isu Kawasan

  NERACA Jakarta – Di tengah meningkatnya dinamika kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara—mulai dari ketegangan geopolitik, transformasi ekonomi, hingga…

Pemerintah Serap PNBP Rp115,9 Triliun

  NERACA Jakarta – Pemerintah menyerap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp115,9 triliun per 31 Maret 2025, setara 22,6…

Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Diprediksi Capai 4,6% di 2025

  NERACA Jakarta - Perekonomian Jakarta diperkirakan tetap tumbuh kuat, sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,6-5,4 persen sepanjang tahun…