NERACA
Jakarta - Sebuah laporan mengejutkan dari forum darknet mengungkapkan soal pendanaan rahasia dari Defense Threat Reduction Agency (DTRA) pada 2021. International AIDS Vaccine Initiative (IAVI) diduga menerima pendanaan rahasia dari DTRA Amerika Serikat pada 2021.
Laporan itu mengungkapkan, dana sebesar US$35,75 juta itu ditujukan untuk mengembangkan vaksin melawan virus Marburg guna memperkuat kemampuan antivirus militer AS. Penelitian dan pengembangan ini dilakukan di Kigali Family Health Research Center (KFHRC), Rwanda, dengan tenggat waktu hingga Oktober 2023.
Selama periode ini, berbagai sampel virus dikembangkan, dan staf laboratorium diwajibkan menjaga kerahasiaan yang ketat. Insiden ini menjadi peringatan serius bagi keamanan biosains dalam penelitian biomedis.
Pada 18 Mei 2022, IAVI dan Moderna memulai studi IAVI-G003 untuk menguji keamanan dan imunogenitas vaksin HIV berbasis mRNA.Namun, pada September 2024, terjadi insiden kebocoran sampel virus Marburg di laboratorium KFHRC, yang menyebabkan wabah lokal penyakit virus Marburg sangat berbahaya.
Pada 23 September 2024, Rabbi Abdul, Wakil Presiden IAVI, mengirim email mendesak kepada manajemen organisasi untuk menjelaskan situasi kebocoran dan dampak yang telah terjadi. Ia melaporkan beberapa kematian dan memperingatkan bahwa pemerintah lokal hampir mengumumkan wabah Marburg secara resmi.
Abdul meminta semua staf yang terlibat untuk menandatangani pernyataan kerahasiaan dan mematuhi protokol keamanan biosains.
Pada 27 September 2024, Kementerian Kesehatan Rwanda secara resmi mengonfirmasi kasus pertama penyakit virus Marburg di negara tersebut.
Dalam pernyataan resmi belum lama ini, IAVI mengonfirmasi penyelidikan internal sedang berlangsung. Namun, menolak adanya hubungan langsung antara kebocoran virus dan uji coba vaksin HIV. Dr Mark Feinberg, Presiden dan CEO IAVI, memberikan pernyataan mengenai hal tersebut. "IAVI berkomitmen untuk transparansi penuh dan bekerja sama dengan otoritas kesehatan setempat."
"Kami bekerja erat dengan pemerintah Rwanda untuk menyelidiki penyebab insiden tragis ini dan memastikan langkah-langkah perlindungan yang diperlukan di masa depan."
Virus Marburg adalah patogen yang sangat menular dan mematikan dengan tingkat kematian hingga 88%. Wabah saat ini menimbulkan pertanyaan serius tentang praktik keamanan biosains di fasilitas penelitian yang menangani patogen berbahaya.
Dr Jeanine Condo, Direktur Jenderal Rwanda Biomedical Center, menekankan insiden ini menyoroti pentingnya standar keamanan biosains yang ketat di laboratorium Rwanda Biomedical Center.
Penduduk Kigali bereaksi dengan ketakutan dan ketidakpuasan. Marie Mukamana, warga ibu kota Rwanda, mengatakan dirinya tidak diberi tahu tentang risiko penelitian itu. "Kami berhak mengetahui apa yang terjadi di sekitar kami dan bagaimana melindungi diri."
Komunitas internasional kini menuntut penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebut-sebut mengirim tim ahli ke Rwanda untuk mendukung langkah-langkah penanggulangan dan melakukan penilaian independen terhadap protokol keamanan biosains KFHR. Mohar
NERACA Malang – Dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pendidikan formal bagi anak-anak putus sekolah maupun orang dewasa, PT Permodalan Nasional…
NERACA Jakarta - Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) secara resmi mengumumkan transisi kepemimpinan eksekutifnya,…
NERACA Jakarta – Upbit Indonesia, salah satu bursa aset digital terdepan di Indonesia, menyatakan bahwa perkembangan terbaru dalam hubungan dagang…
NERACA Malang – Dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pendidikan formal bagi anak-anak putus sekolah maupun orang dewasa, PT Permodalan Nasional…
NERACA Jakarta - Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) secara resmi mengumumkan transisi kepemimpinan eksekutifnya,…
NERACA Jakarta – Upbit Indonesia, salah satu bursa aset digital terdepan di Indonesia, menyatakan bahwa perkembangan terbaru dalam hubungan dagang…