Menakar Kenaikan Batas Atas Pinjaman Online Rp10 Miliar

 

Oleh: Dyah Ayu Febriani, Peneliti Ekonomi Digital, Celios

            Pertumbuhan fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Model pembiayaan fintech P2P lending ini menawarkan kemudahan akses pinjaman secara langsung dan proses yang cepat melalui platform digital tanpa harus melalui lembaga keuangan konvensional. Keadaan inilah yang membuat total penyaluran pinjaman dari berbagai platform digital meningkat drastis dari Rp2,56 triliun pada akhir tahun 2017 menjadi lebih dari Rp22,76 triliun per Maret 2024 berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan.

Tidak hanya itu, menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April 2024, penyaluran pinjaman online menembus angka 9,34 juta akun penerima pinjaman (borrower) dan menunjukkan bahwa sebanyak 74,19 persen penerima berasal dari Pulau Jawa. Namun sangat disayangkan pada April 2024 hanya sebesar 31,86 persen nilai pinjaman yang masuk ke sektor produktif. Keadaan ini menunjukkan penurunan sebesar 14,15 persen month-on-month dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Nyatanya, masih banyak dana pinjaman yang mengalir bukan untuk memenuhi kebutuhan sektor primer, melainkan untuk memberikan kepuasan konsumtif para peminjamnya.

            Kini, OJK sedang meramu kebijakan yang akan mengatur kenaikan batas atas pinjaman online dari yang sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp 10 miliar untuk sektor produktif terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Rancangan kebijakan tersebut bak angin segar bagi para pengusaha yang memerlukan dana lebih besar untuk permodalan dan ekspansi bisnis. Selain itu, pinjaman yang cukup besar juga dapat meningkatkan peluang akses UMKM ke pasar global, diversifikasi produk dan layanan, peningkatan kualitas dan kapasitas hingga nantinya memberikan kontribusi lebih besar pada penciptaan lapangan pekerjaan dan kontribusi pendapatan negara melalui pajak.

            Jelas bahwa upaya OJK untuk menaikkan batas atas pinjaman menjadi Rp 10 Miliar bagi sektor produktif merupakan satu hal yang perlu didukung. Namun, OJK juga perlu memerhatikan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68 persen yang mana literasi keuangan penting untuk membuat keputusan pengelolaan keuangan agar lebih efektif, efisien, dan menghindari risiko terkait pinjaman secara umum.

Selain itu, OJK juga diharapkan mampu bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk merumuskan innovative credit scoring system yang memiliki indikator khusus dengan memanfaatkan big data dari usaha mikro, kecil, dan menengah dalam rangka memberikan informasi keputusan pinjaman bank digital dan pemberi pinjaman online lainnya secara tepat.

Inovasi ini akan membantu pemberi pinjaman untuk menilai kelayakan penerima pinjaman, mengurangi gagal bayar, dan menghindari risiko kejahatan akibat dari pinjaman yang sangat besar. Indonesia dapat belajar dari Korea Selatan melalui Financial Services Commision yang menggunakan big data dan AI untuk mempromosikan inovasi fintech agar terus berkembang dan membantu perusahaan untuk mencapai pendanaan global unicorn.

            Lebih lanjut, OJK diharapkan turut memiliki kebijakan bahwa hanya penyelenggara pemberi pinjaman dengan Tingkat Wanprestasi Pinjaman 90 hari (TWP90) di bawah 5 persen yang diperbolehkan untuk memberikan pinjaman batas atas Rp10 Miliar. Hal ini merupakan poin penting karena TWP90 di bawah 5 persen dinilai memiliki portofolio pinjaman fintech dengan risiko gagal bayar yang rendah, memiliki manajemen risiko yang efektif termasuk melakukan mitigasi, pengawasan, hingga memiliki protokol keamanan dalam pengelolaan keuangan serta data pelanggan serta kemampuan menyeleksi peminjam dengan baik.

            Dalam kebijakan ini, hendaknya OJK berfokus untuk memberikan perlindungan kepada pemberi pinjaman dan perusahaan fintech P2P lending (lender) terutama untuk kepastian hukum, keberlanjutan bisnis, dan menjaga reputasi platform fintech. Perlindungan yang diberikan oleh OJK juga dapat menjadi jaminan keamanan bagi para investor untuk meningkatkan permodalan dalam industri fintech P2P lending di Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan keamanan bagi lender, asuransi kredit dapat dijadikan sebagai opsi tambahan dalam credit scoring. Sehingga, lender bisa memiliki fleksibilitas untuk memilih borrower yang telah memiliki asuransi kredit ataupun tidak sebagai upaya perlindungan tambahan terhadap risiko gagal bayar.

BERITA TERKAIT

Instruksi Presiden Berikan Kepastian dalam Distribusi Gas LPG 3 Kg

    Oleh: Maskun Masnawi, Pengamat Kebijakan Publik    Pemerintah melalui instruksi Presiden Prabowo Subianto, mengambil langkah untuk memastikan distribusi…

Daya Beli Masih Muram, Industri Suram

  Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)   Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024…

Langkah Pemerintah Berantas Judol Buahkan Hasil Positif

  Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…

BERITA LAINNYA DI Opini

Instruksi Presiden Berikan Kepastian dalam Distribusi Gas LPG 3 Kg

    Oleh: Maskun Masnawi, Pengamat Kebijakan Publik    Pemerintah melalui instruksi Presiden Prabowo Subianto, mengambil langkah untuk memastikan distribusi…

Daya Beli Masih Muram, Industri Suram

  Oleh: Tim Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)   Menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024…

Langkah Pemerintah Berantas Judol Buahkan Hasil Positif

  Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas, Pengamat Sosial Budaya     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik judi…