Jakarta-Pengusaha dan Pemilik Texmaco Group, MS, disebut-sebut leluasa bepergian ke luar negeri. Padahal, debitur dengan utang terbesar di negeri ini diketahui masih berstatus dicekal atas permintaan Tim Satgas BLBI Kemenkeu. Sementara itu, pakar kebijakan publik menilai perlunyya koordinasi yang kuat antar lintas sektoral Tim Satgas BLBI, KemenhumHAM dan Imigrasi Bandara untuk menyelidiki kemungkinan adanya oknum yang meloloskan MS pergi ke luar negeri itu.
NERACA
Menurut sumber di Bandara mengungkapkan sekitar dua kali MS ke luar negeri. Pertama, pada 7 April 2024, yang bersangkutan berangkat ke India. “Sinivasan diketahui kembali ke Indonesia dari India pada 12 April 2024,” ujar sumber yang tak mau disebutkan namanya itu kepada Neraca, di Jakarta, Sabtu (01/6).
Kedua, menurut dia, pada 25 Mei 2024, pemilik Texmaco Group itu diketahui berangkat lagi ke Dubai, Uni Emirat Arab. “Sinivasan kembali ke Indonesia pada 29 Mei 2024,” tuturnya. MS ke Dubai dan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat Emirates Airline. “Saat pergi dan kembali dari Dubai, MS didampingi oleh seorang stafnya.”
Pemilik Texmaco Group itu sebenarnya masih dicekal oleh Dirjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, atas permintaan Ketua Satgas BLBI/Dirjen Kekayaan Negara. Status Cekal tersebut karena MS tidak pernah membayar utangnya. “Karena tidak pernah membayar sepeser pun utangnya kepada negara, Sinivasan sebelumnya juga dicekal beberapa kali oleh Menteri Keuangan,” ujar seorang pejabat Satgas BLBI.
Berdasarkan perhitungan Satgas BLBI, MS memiliki utang sekitar Rp 92 triliun. Jumlah ini, merupakan akumulasi dari utang pokok ditambah bunga berbunga, biaya dan denda keterlambatan bayar, pajak, dan biaya lainnya.
Satgas BLBI pernah memanggil bos Texmaco Group MS terkait utang BLBI senilai Rp32,8 triliun dan US$3,9 miliar atau Rp59,2 triliun (kurs Rp15.155 per US$). Utang Marimutu jika digabungkan senilai Rp92 triliun. Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam pengumuman yang dipublikasikan harian Bisnis Indonesia, Senin (27/3/2023) memperinci total oustanding tagihan kepada Marimutu tersebut terdiri dari kewajibannya sebagai obligor Bank Putra Multikarsa senilai Rp790,5 miliar. Selanjutnya utang Grup Texmaco senilai Rp31,7 miliar dan US$3,9 miliar, utang PT Jaewon Jaya Indonesia senilai Rp147,7 miliar, serta utang PT Super Mitory Utama senilai Rp145,6 miliar.
Dengan status cekal itu, kata sumber bandara, Sinivasan sama sekali tidak diperbolehkan ke luar negeri, kecuali untuk urusan kemanusiaan, seperti alasan berobat. “Tapi alasan berobat pun harus mendapat izin tertulis dari Satgas BLBI dan surat keterangan dari dokter atau rumah sakit yang menangani sakit yang diderita Sinivasan.” Sedangkan kepergian Sinivasan baik ke India maupun Dubai, disebut-sebut sebagai urusan bisnis.
Perlu Koordinasi Kuat
Menurut Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat MPP, Satgas BLBI harus memperkuat pengawasan terhadap daftar cekal yang ada, memastikan bahwa setiap individu dalam daftar tersebut benar-benar dilarang keluar negeri tanpa kecuali.
Koordinasi yang baik antara Satgas, pihak Imigrasi, dan Kementerian Hukum dan HAM sangat penting untuk menghindari kebocoran informasi dan tindakan ilegal yang melibatkan oknum. “Selain itu, Satgas harus memastikan bahwa setiap pelanggaran yang terjadi mendapatkan sanksi hukum yang tegas,” ujar Nur Hidayat.
Bagi pengusaha yang melanggar status cekal, menurut dia, mereka harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat, termasuk denda besar dan perpanjangan status cekal mereka. Penegakan hukum ini akan memberikan efek jera dan mencegah pengulangan kasus serupa di masa depan.
Dugaan adanya oknum Imigrasi yang meloloskan pengusaha dalam status cekal, menurut dia, menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal di Imigrasi.
Untuk mengatasi hal ini, langkah-langkah berikut harus diambil. Segera lakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan keterlibatan oknum Imigrasi dalam meloloskan pengusaha cekal. Hasil investigasi harus transparan dan dipublikasikan agar masyarakat mengetahui tindakan yang diambil dan integritas lembaga tetap terjaga.
Ekonom UPN Veteran Jakarta itu mengatakan, jika oknum yang terbukti melakukan pelanggaran harus dikenai sanksi berat, termasuk pemecatan dan tuntutan pidana. Tindakan tegas ini diperlukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap penyalahgunaan wewenang dalam sistem keimigrasian.
Selain itu, Imigrasi perlu memperbaiki sistem pengawasan internalnya untuk menghindari terulangnya kasus serupa. Penerapan teknologi yang lebih canggih, seperti sistem pengawasan berbasis digital yang lebih ketat, bisa membantu memantau pergerakan orang yang masuk dalam daftar cekal dengan lebih efektif.
“Tindakan tegas dari Tim Satgas BLBI dan penegakan hukum yang ketat terhadap oknum Imigrasi yang menyalahgunakan wewenang adalah kunci untuk mengatasi masalah pengusaha dalam status cekal yang bepergian ke luar negeri,” ujarnya.
Pengawasan yang ketat, penegakan sanksi hukum yang tegas, dan perbaikan sistem pengawasan internal akan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan, menjaga integritas hukum dan keadilan bagi semua pihak.
Pernah Menggugat
Menurut catatan media ekonomi, MS pernah mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat terkait nilai utang yang pantas dibayar kepada negara terkait BLBI. Gugatan tersebut, teregister dengan nomor perkara 820/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst. Rencananya, gugatan mulai disidangkan pada 12 Januari 2022. “Sebagai WNI yang patuh dan bertanggungjawab, saya memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban (utang) saya kepada negara. Namun, karena ada beberapa versi mengenai besarnya nilai utang tersebut, maka saya mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk mendapatkan kepastian yang sah secara hukum mengenai besarnya utang yang pantas saya bayar,” kata Sinivasan dalam keterangannya dikutip, Rabu (5/1/2022).
Sinivasan menjelaskan gugatan tersebut diajukan karena Pengadilan lah yang berhak menentukan besarnya utang tersebut. Menurut dia selama ini ada sedikitnya empat versi nilai utang Grup Texmaco. “Jadi, kami tidak menggugat seluruh tindakan pengelolaan hak tagih Grup Texmaco,” ujarnya.
Dia memaparkan ada empat versi nilai utang Grup Texmaco. Antara lain Grup Texmaco mempunyai utang kepada negara sebesar Rp8.095.492.760.391 (setara dengan US$558.309.845,5 dengan kurs US$1 = Rp14.500). Utang komersial sebesar ini didasarkan pada Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Pada Kasus Grup Texmaco oleh BPKP Deputi Bidang Pengawasan Khusus No: SR-02.00.01-276/D.VII.2/2000 tanggal 8 Mei 2000, sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepakatan antara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dengan BPPNN mengenai Penyelesaian Kredit Atas Nama Texmaco yang ditandatangani pada 25 Februari 2000. Kedua, Grup Texmaco mempunyai utang kepada negara sekitar Rp93 triliun, yang terdiri atas Rp 31.722.860.855.522 dan US$ 3.912.137.145. Utang komersial ini didasarkan pada Surat Paksa No. SP-998/PUPNC.10.00/2021 yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III dan ditandangani oleh Des Arman. agus/mohar/fba
NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…
Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…
NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…
NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…
Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…
NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…